Wah nggak kerasa blog buku ini udah menginjak tahun ketiga. Nggak nyangka juga sih. Ingatku itu ya sekitar bulan Oktober. Nggak ingat persis tanggalnya. And then malam ini aku coba ngecek blog. Kapan persisnya post perdana. Eitss tanggal 20 ternyata. Udah kelewatan.
Lewat postingan kali ini. Aku ingin mengucapkan banyak terima kasih untuk para pembaca Haremi Book Corner. Satu yang teramat penting kawan. Postingan ini saya dedikasikan untuk Kong saya. Beliaulah yang memupuk benih membaca saya sejak sd. Beliaulah yang memahami cucunya sangat terbatas bacaannya. Beliau berbaik hati berlangganan suratkabar di rumahnya. Waktu sd saya belum tahu rentalan komik soalnya.
Di ulang tahun ketiga blog ini. Apa sih rencana-rencana ke depan?
Nama Benedict Anderson-seingat saya-pertama kali saya jumpai saat membaca Tempo edisi spesial. Setiap tahunnya dalam satu edisi Tempo akan mengangkat kembali peristiwa 1965. Kali itu tema besarnya tentang keterlibatan pihak asing dalam peristiwa 65. Di sana saya membaca reportase yang menyebut keterkaitan "Cornell Paper" dengan musabab meletusnya peristiwa yang secara praktis melahirkan masa orde baru.
Cornell Paper sendiri adalah sebuah kajian awal yang dibentuk oleh para akademisi kajian Asia Tenggara di Universitas Cornell, termasuk Ben sendiri. Sesuatu yang akhirnya membuat Ben tidak dapat kembali berkunjung ke negeri yang dicintainya ini. Boleh jadi ini salah satu sebab yang membuat sosok Ben melambung tinggi di mata dunia internasional. Otobiografi Ben Anderson yang bertajuk "Hidup di Luar Tempurung" menyajikan sekelumit kisah hidupnya secara lugas, serius, namun dibarengi dengan selera humor yang tak kalah menarik.
***
Saya senang-senang saja membaca "Hidup di Luar Tempurung" yang sejak awal sudah ditulis dengan begitu menarik. Meskipun belum membaca karya terbarunya "Di Bawah Tiga Bendera: Anarkisme Global dan Imajinasi Antikolonial" (buku ini entah kenapa belum menggugah saya untuk membacanya), apa lagi karya fenomenal beliau "Imagined Communities". Sekadar info kedua buku ini sudah tersedia versi Indonesianya.
Seolah-olah seorang kakak tingkat di kampus (setelah beberapa lama merantau dan bekerja) yang sedang mengajak diskusi dan tanpa sungkan berbagi kisah hidupnya. Di bayangan saya, sang senior ini bicara panjang lebar sembari menyorongkan kacang (sebagai pembuka) dan berbotol-botol bir dingin, lalu datang sate kambing, tongseng, dan seporsi lagi gulai. Aduhai aromanya. Tanpa memedulikan kolesterol jahat, berasyik masyuk bertukar cerita dengan kawan-kawannya. Diselingi ketawa haha-hihi sepanjang obrolan. Ya begitu lah rasanya menikmati memoar ini.
"Komparasi yang baik kerap berasal dari pengalaman keasingan dan ketidakhadiran."
Ben pribadi merasa beruntung diperhadapkan pada poros dunia dengan bekal kehidupan dan pendidikan yang terbilang mumpuni. Kerja keras dan sepak terjang beliau rasanya sangat dirasakan oleh banyak orang. Tak terkecuali para akademisi asal Indonesia yang mengenyam pendidikan pasca sarjana di sana. Juga Eka Kurniawan yang berhasil diyakinkan untuk membuat terjemahannya. Menurut penulis, Eka punya kelas tersendiri, jauh di atas para penulis Asia Tenggara. "Betapa indah, puitis, dan pelik kalimat-kalimatnya" ungkap pria kelahiran Tiongkok ini. Eka sendiri mengaku seperti dihantui saat kerap kali ditanya Ben, perihal penerjemahan novel karyanya. Saya kira semua itu demi karya Eka dapat menemukan pembaca yang lebih luas. Selain Ben memang memiliki perhatian khusus soal penerjemahan. 26 September 2016, Eka Kurniawan berhasil meraih penghargaan 'FT/OppenheimerFunds Emerging Voices' kategori fiksi Selain menuliskan pengalaman serunya saat kerja lapangan di Indonesia. Gegar Budaya yang dialami. Soal sebutan "Bule". Penulis juga secara lugas memberikan pandangan pribadi soal budaya Jawa yang memesonanya. Selama di Indonesia dia mengaku sangat terkesan saat mewawancarai mantan laksamana muda "Maeda Tadeshi". Sosok penting di balik kemerdekaan kita.
Tidak lengkap rasanya kalau tidak menuliskan soal dunia akademik dalam tulisan ini. Ben memberikan pemikirannya seputar dunia akademis yang dengan memikat membuat pembaca seolah ingin kembali ke bangku kuliah. Menjumpai dosen dan kawan-kawan kuliah. Praktikum hingga mencari literatur untuk tugas akhir. Penulis berbagi kesenangan menjadi seorang peneliti. Ilmuwan. Lalu apa saja nilai-nilai yang sebaiknya kita rengkuh untuk menjadi akademisi yang mumpuni. Seluk beluk dunia perguruan tinggi yang menjadi refleksi panjang penulis. Rasanya bisa menjadi cerminan bagi dunia akademis kita. Sejauh mana dorongan besar perguruan tinggi untuk mendidik mahasiswa menjadi pribadi yang "ke luar dari tempurung" atau sekadar menunaikan tugasnya menghasilkan lulusan yang "profesional"?
Bagi pembaca setia karya dan tulisan Ben, di sini Anda dapat secara langsung membaca cerita di balik layar kerja kreatif beliau. Tetap setia berada di jalurnya. Meski saat menelurkan karya, pernah juga tidak diapresiasi teman sejawat. Seolah Ben hanya menumpang nama besar Kahin, sang senior. Lewat memoar ini bisa jadi pembaca akan sedikit lebih banyak memahami isi kepala sang penulis.
Tanpa berpanjang lebar. Memoar ini mungkin sudah asyik dari sananya. Tapi tanpa suntingan dan terjemahan yang apik dari Ronny Agustinus, kita tidak dapat menikmati karya Om Ben ini. Begitu luwes kalimat-kalimatnya dan sungguh personal. Harus diakui selain penceritaan yang runut dan sistematis, pemikiran dan pengalaman Om Ben sendiri membuat buku ini semakin berkesan.
Karya Marjin Kiri ini saya rekomendasikan untuk dibaca oleh kalangan akademisi, pengagum Om Ben, pembaca biografi, dan penikmat buku bagus di Indonesia.
Hidup di Luar Tempurung oleh Benedict Anderson terbit perdana di Juli, 2016. Diterbitkan oleh Marjin Kiri. Penerjemah Ronny Agustinus.
Pada bulan kemerdekaan
seperti sekarang, saya ingin mengajukan pertanyaan: “Dapatkah kita
membayangkan kemerdekaan tanpa buku?” demikian kalimat pembuka tulisan mbak Najwa
yang saya baca di laman kompas(dot)com. Isinya kurang lebih mengajak
kita semua untuk turut berpartisipasi dalam mengembangkan kegiatan
literasi. Musababnya minat membaca kita terseok-seok ketika dilihat oleh
kacamata beragam survei. Namun di bangsa yang besar ini tersimpan
sebuah harapan besar. Kelak tua maupun muda adalah generasi yang suka
membaca.
Di
tengah perenungan. Saya mendapati kalau minat membaca seseorang akan
tumbuh ketika ada teladan dari seseorang. Kebiasaan asyik membaca koran
sembari menyeruput kopi di pagi hari, misalnya. Contoh dari siapa saja
sebenarnya, bisa orang tua, teman, kakak yang usil sekalipun (dengan
novel segudang di kamarnya), atau guru yang setiap hari bersentuhan di
sekolah. Bill Gates, sang filantropis pun secara tidak sengaja menyukai
bacaan dan belajar karena Ibu Caffiere yang baik hati merangkul Bill
kecil. Pengakuan itu dapat kita baca dalam jurnal pribadinya yang diberi
judul “A Teacher Who Changed My Life”.
Tergerak
dari hal tersebut. Saya meniatkan hati membuat sebuah buku (kumpulan
tulisan) yang berisikan pengalaman seru teman-teman dengan buku.
Harapannya virus membaca dapat menyebar dengan luas.
Lewat
tulisan ini, saya mengundang teman-teman yang tergerak untuk ikut
bergabung dalam antologi narasi bertema “Aku dan Buku”. Buku tersebut
akan diterbitkan secara swa-terbit. Menemui pembacanya dan lebih dari
itu semoga bisa memberi secangkir besar kebahagiaan dan menularkan
kecintaan membaca.
Naskah
tulisan yang diterima tidak terbatas bentuknya. Misalnya harus seperti
artikel atau esai di surat kabar & majalah. Tidak melulu harus
serius, pokoknya narasi kamu
menarik dan personal. Contohnya kamu bisa bercerita kegemaranmu berburu
buku langka, pengalaman seru mengunjungi perpustakaan daerah sejak
kecil, perjalanan ke negeri laskar pelangi, bahagia dan grogi kala
bertemu dengan penulis idola, suka duka menjadi penggiat literasi, dan
sebagainya. Gaya narasi bebas.
“Sebab menyiapkan generasi yang menyenangi buku adalah tugas besar bersama. Sekarang!”
Jika kamu berminat. Sila membaca info detailnya di bawah:
1. Syarat Naskah.
Karya
ditulis dalam bahasa Indonesia minimal 3 halaman, atau maksimal 6
halaman A4, diketik rapi dalam file Microsoft Word spasi: 1.5, dengan
font: Times New Roman, ukuran font: 11pt, dengan margin sesuai standar
Microsoft Word.
Judul
dan bentuk tulisan bebas, dengan tetap sesuai dengan tema: Aku dan
Buku. Harap dicatat. Siapa saja dapat mengirimkan karyanya. Namun setiap
penulis hanya boleh mengirimkan satu karya terbaiknya. Periode penerimaan naskah diperpanjang hingga 13 September 2016.
2. Cara Berpartisipasi.
Menulis narasi sesuai tema “Aku & Buku” yang sudah diketik rapi dalam file Microsoft Word.
Kirimkan
naskah tersebut beserta data diri: Nama, Alamat, No. handphone, No. KTP
(Atau kartu pelajar), Twitter account (Jika ada), Alamat facebook (Jika
ada), ke alamat email: stevensitongan@gmail.com (berupa file lampiran- attach files, bukan di body email) dengan format subject email dan nama file sebagai berikut:[AkudanBuku] — [Judul tulisan]– [Nama Penulis]. Contoh: AkudanBuku — Ada Apa Dengan Buku? — Budianto Kurniawan.
Setiap
penulis dimohon juga membuat paragraf singkat maksimal 5 (lima) kalimat
untuk memperkenalkan diri, untuk profil penulis di dalam buku yang akan
terbit. Kami sarankan penulis mencantumkan akun Twitter-nya
masing-masing karena bisa jadi saran contact pembaca atau penerbit yang tertarik atas karyamu. Profil singkat ini boleh ditulis di badan email.
3. Ketentuan tambahan.
Karya
tersebut belum pernah diterbitkan dalam media nasional mana pun (jika
pernah diposting di blog atau FB notes masih boleh), dan merupakan karya
asli penulis. Dengan mengikuti lomba ini, berarti penulis menyatakan
bahwa karya tersebut adalah murni karya aslinya dan jika ada tuntutan
pelanggaran hak kekayaan intelektual maka akan menjadi tanggung jawab
penulis.
4. Perihal penilaian dan seleksi yang dilakukan. Seluruh tulisan yang masuk akan diseleksi berdasarkan faktor-faktor sebagai berikut:
Kesesuaian isi tulisan dengan tema.
Originalitas.
Teknik penulisan yang menarik dibaca.
Sesuai dengan syarat yang telah ditentukan.
Tulisan akan dipilih oleh tim. Keputusan tim adalah mutlak dan tidak dapat diganggu-gugat.
5. Perihal Pengumuman Naskah & Royalti, dll.
Untuk mengikuti antologi ini tidak dipungut biaya, gratis!.
Daftar lengkap penulis yang terpilih akan diumumkan lewat blog, akun twitter @h23bc dan dihubungi via email pada tanggal 8 September 2016.
10 narasi terpilih akan diterbitkan secara self-published
dalam satu buku, masing-masing penulis akan mendapatkan 1 eksemplar
buku tersebut secara gratis. Dalam perkembangannya, jumlah naskah
terpilih untuk dibukukan dapat berubah sesuai kebijakan tim redaksi.
Atas penerbitan buku ini para penulis diberikan dua pilihan:
Menerima kompensasi dalam bentuk royalti.
Royalti
hasil penjualan buku akan turut kita sumbangkan kepada Taman Bacaan
Masyarakat atau yayasan penggerak literasi di daerah.
Begitu
pun juga dengan semua profit penjualan yang kelak diperoleh dari
penerbitan buku ini. Detail mengenai penyerahan sumbangan royalti ini
akan dikelola oleh saya pribadi, dibantu dengan tim. Dan akan
dicantumkan dalam blog.
Hak
cipta karya yang terpilih berada di pihak penerbit. Seluruh karya akan
melalui proses editing dan desain layout oleh tim sebelum buku
diterbitkan.
Kirim karyamu mulai hari ini dan perhatikan deadline-nya yang tiba pada hari Senin, 5 September 2016 pukul 23.59 WIB.
Dirilis 28 Desember 2015, "Dari Buku Ke Hati" menampilkan artikel dan review buku yang menarik bagi saya di tahun 2015. Silakan mengunduh buku diatas dengan senang hati disini http://bit.ly/1QPY2yH
Tanggapan dan review akan sangat bermanfaat. Sila mention di @h23bc. Selamat membaca.
Akhirnya tuntas sudah rasa penasaran akan buku baru terbitan Mojok Jogja yang satu ini.
Setelah beberapa saat terbit, kemudian ulasannya muncul di blog Mas Tanzil, akhirnya dengan (sedikit) perasaan menggebu-gebu saya memutuskan harus segera membacanya. Tema buku ini yang menarik semakin menguatkan saya untuk tidak berlama-lama mengontak Mas Eka Pocer. Singkat cerita. Sebelum hari kemerdekaan kemarin, di tengah cuaca siang hari yang galau-kadang terik dan gerimis- saya rela berjalan kaki ke kantor pos untuk menjemput buku ini. Niatnya menghabiskan waktu liburan singkat untuk membaca buku-buku Indie Jogja.
Meskipun tidak kenal secara pribadi, saya langsung beranjak masuk ke dalam kehidupan Mas Sigit. Buku ini terasa sangat personal. Jauh lebih berani "buka-bukaan" ketimbang buku lainnya. Hehehe. Geger budaya yang dirasakan pasangan suami istri ini rasanya bisa dikelola sedemikian rupa, saling mengisi. Indahnya kebersamaan.
Kisah jenaka pria Jawa menikah dengan perempuan Swiss ini adalah bacaan yang menghibur. Bacaan pelepas penat yang tidak ada duanya. Selamat membaca.
Kesetrum Cinta ditulis oleh Sigit Susanto. Diterbitkan tahun 2016 oleh Buku Mojok.
Sedikit update: Baru-baru ini novel terjemahan "The Trial" karya Kafka oleh Sigit Susanto yang berjudul "Proses" diterbitkan Gramedia Pustaka Utama. The Trial is a novel written by Franz Kafka from 1914 to 1915 and published in 1925. Dilihat-lihat. Ini salah satu buku incaran saya.
Beragam reportase
menarik dan mendalam khas jurnalisme naratif dirayakan dalam buku ini.
Minggu malam memasuki bulan Agustus tuntas sudah #Narasi saya baca. Buku
ini jauh-jauh hari saya pesan saat baru dirilis awal tahun 2016.
Tebalnya halaman yang ada membuat beberapa kali saya menunda
menghabiskan kumpulan narasi milik para penulis mumpuni di Indonesia.
Mulai dari Zen RS hingga Andina Dwifatma yang terkenal pula dengan
novelnya “Semusim, dan Semusim Lagi”.
Masih cukup jelas dalam
ingatan saya, buku yang lahir dari Pindai Media bertepatan dengan
munculnya istilah "senjakala media" yang cukup menghebohkan dan mendapat
tanggapan luas di banyak kalangan. Dalam post ini saya tidak akan
berpanjang lebar berpolemik tentang hal tersebut. Bagi saya pribadi
membaca liputan media yang mengusung jurnalisme naratif jauh lebih
menyenangkan. Selain asupan informasi yang digali jauh lebih dalam,
penyampaian gagasan yang lebih mendetail kepada pembaca, di beberapa
bagian kita serasa turut serta di dalam liputan tersebut. Sesuatu yang
memakan cukup banyak tempat sehingga dapat dimaklumi bentuk ini jarang
terlihat di media cetak.
Hola, para pembaca budiman. Semoga kabar kalian selalu dalam keadaan sehat. Selang beberapa lama tidak menulis di blog ini. Saya kepikiran untuk membuat post non review. Nah dalam beberapa bulan kedepan, (semoga bisa rutin terlaksana) saya akan membuat semacam panduan berbelanja buku. Hahaha, betul saya akan berbagi daftar WW "Wishful Wednesday" a.k.a buku impian yang ingin dibaca. Bukan monopoli majalah gadget doang yang bisa membuat buyers guide secara berkala.
Saat ini dalam satu bulan saja tiap penerbit besar menelurkan puluhan judul buku. Tidak sering yang ada adalah kebingungan memilih buku mana yang harus dibeli. Apalagi kalau budget beli buku anda terbatas tiap bulannya. Rasanya panduan ini akan jauh lebih membantu anda dalam membeli buku.
Menutup bulan Juli ada 5 buku yang menjadi incaran saya.
Dua buku yang menjadi highlight adalah "The Book of Forbidden Feelings" milik Lala Bohangdan "Menyaksikan 30 Tahun Pemerintahan Otoriter Soeharto", buku terbaru Prof Salim Said yang dikenal luas sebagai pengamat politik dan pakar dunia militer Indonesia.
Karya terbaru Lala Bohang ini membuat saya penasaran akan ilustrasi di dalam bukunya. Apalagi setelah melihat cuplikan di balik layar The Book of Forbidden Feelings di bawah ini.
Mengakhiri post kali ini. Ijinkan saya meminjam pernyataan Tan Malaka, “Selama toko buku ada, selama itu pustaka bisa dibentuk kembali. Kalau perlu dan memang perlu, pakaian dan makanan dikurangi.”. Selamat berbelanja buku.
Langit
berawan tebal memenuhi langit La Paz, Bolivia saat Tom Wainwright, 34
tahun bersiap menjelajahi pusat perdagangan kokain dunia. Bersama sang
supir yang dipanggil bin Laden-karena jenggot hitamnya yang menjuntai
sepanjang enam inci melewati dagunya-menaiki Toyota Land Cruiser
bercorak abu gelap, keduanya mulai mendaki dari ketinggian 10.000 hingga
13.000 kaki menuju pegunungan Andes, tiga kali lebih tinggi dari
Kathmandu di Himalaya. Mobil mereka melaju membela awan-awan, hingga
terkadang sekilas terlihat hamparan salju di sisi lain lembah.
“I
am. Here in the Andes is where the cocaine trade, a global business
worth something like $90 billion a year, has its roots. Cocaine is
consumed in every country on earth, but virtually every speck of it
starts its life in one of three countries in South America: Bolivia,
Colombia, and Peru. The drug, which can be snorted as powder or smoked
in the form of crystals of “crack” cocaine, is made from coca plant, a
hardy bush that is most at home in the foothills of the Andes. I have
come to Bolivia to see for myself how coca is grown, and to find out
more about the economics at the very start of the cocaine business’s
long, violent, and fabulously profitable supply chain.” p.10.
Narconomics sejak awal memberikan “petualangan” seru dan begitu banyak insight perihal dunia narkotika. Premis buku ini menarik. Inilah buku manual bagi para gembong narkoba. Tapi juga sebuah blueprint untuk bagaimana mengalahkan mereka.
Meski
ditulis berdasarkan riset yang beroperasi di wilayah Amerika dan
sekitarnya. Beberapa informasi dan temuan-temuan di dalamnya dapat
diadaptasi di Indonesia.
Kreator komik Manungsa bicara soal passion menjadi komikus hingga perkembangan komik Indonesia.
Meramaikan ulang tahun kelima Blogger Buku Indonesia, seri wawancara Haremi Boook Corner kembali berlanjut teman-teman. Kali ini kita kedatangan seorang comic artist beken tanah air. Buat kamu yang mengikuti majalah kompilasi komik, "Kosmik" dan "Arigato Macaroni" pasti udah nggak asing lagi dengan nama Erfan Fajar. Sekedar informasi mas Erfan bersama Stellar Labs turut mengerjakan artwork komik Star Trek. Di skena komik lokal, ia berhasil memenangi Kosasih Award 2014 di kategori "Komik Online Terbaik". Di tahun yang sama pengemar Chun Li ini juga berhasil meraih posisi ketiga di "Silent Manga Audition 2014" dengan judul "A Race for Smile".
Tonton juga kiprah Sunny Gho dalam membuat Kosmik
Di kesempatan ini mas Erfan berbaik hati berbagi soal passionnya di dunia komik, perkembangan industri komik Indonesia, dan tips membuat komik yang keren. Selamat mengikuti.
Di ulang tahun kelima Blogger Buku Indonesia (BBI), meneruskan tradisi tahun lalu. Haremi Book Corner menghadirkan obrolan seru dengan orang-orang yang dekat dengan dunia perbukuan. Kali ini ada Sinta Nisfuanna, blogger BBI sekaligus owner dari Parcelbuku.net. Pemilik blog "Jendelaku Melihat Dunia" akan berbicara sedikit banyak mulai dari seluk beluk menjalankan toko daring, buku favoritnya (spoiler alert!), dan tidak ketinggalan 1 buku rekomendasi untuk kamu baca di tahun 2016. Selamat mengikuti.
Mencoba mengungkap magisnya high heels bagi wanita modern.
Bagi sebagian besar orang khususnya kaum pria pasti memiliki seribu pertanyaan terkait kecintaan kaum wanita dengan sepatu high heels. Ika Noorharini dalam buku terbarunya yang berjudul "Fenomenologi Wanita Ber-high heels" akan membawa pembaca untuk menjelajahi dunia wanita dan sepatu bertumit tinggi. Dewasa ini wanita tidak ragu untuk ikut bersaing dalam dunia kerja yang dinamis. Adapun beragam profesi yang ditekuni mereka, wanita pekerja kerap diidentikan dengan pengguna high heels. Seperti yang diakui oleh Gadis Arivia, pendiri Jurnal Perempuan dalam "Situasi Perempuan: Diri yang Terbelah" yang dimuat dalam TEMPO Edisi Khusus Perempuan (18/4/2016) bahwa saat ini, "Perempuan muda menginginkan apa yang dimiliki laki-laki, yaitu karier, kesejahteraan, dan kemandirian. Mereka berkiprah di berbagai bidang dan menunjukkan kemampuan dan kegigihan untuk bersaing merebut kue ekonomi yang selama ini dikuasai laki-laki."
Tepat hari ini Blogger Buku Indonesia merayakan ulang tahun kelima. Wah udah lumayan besar ya. Harapan saya satu. Semoga semua orang di BBI bisa menyemangati orang lain untuk terus membaca. Barusan ide ini terlintas tiba-tiba (terima kasih steller mbak Dee) dan membuat saya berpikir, "Kenapa nggak kalau suatu saat nanti, anggota BBI akan diajak pihak penerbit atau Komite Buku Indonesia untuk sama-sama mengenalkan buku kita kepada pembaca luar". Mungkin saja realisasinya adalah blogger BBI siap-siap untuk diajak ke Book Fair internasional. Di sana kita bisa menjadi agen "diplomasi" tentang dunia perbukuan Indonesia. Kedengarannya menyenangkan, bukan? Saya tahu semenjak menjadi tamu kehormatan di ajang Frankfurk Book Fair 2015, Indonesia semakin bergiat dalam mempromosikan sisi lain dari yang selama ini dikenal dunia seperti pulau Bali, batik. Semangat yang diusung dalam tema keikutsertaan Indonesia di FBF adalah mengenalkan kekayaan imajinasinya dalam bentuk buku. Semoga BBI bisa menjadi salah satu pihak yang membantu hal itu terwujud. Maju terus BBI!
Prof. Rhenald Kasali apa kabar? Semoga Anda selalu dalam keadaan sehat jasmani dan rohani. Di kesempatan kali ini, dalam rangka HUT Blogger Buku Indonesia (BBI) yang kelima, setiap kami diwajibkan mengirimkan surat kepada pengarang favorit. Terus terang bapak ini salah satu penulis buku yang saya tunggu-tunggu buku barunya. Dua online course Anda juga saya ikuti dengan tuntas.
Saya akan sangat terkesan kalau bapak berkenan membaca surat ini. Kebetulan sekali kalau di tempat saya, Maluku akan ada pengembangan Blok Gas Masela. Saya bergegas membeli buku terbaru bapak tentang energi. "Reinventing" yang bapak tulis sungguh menarik. Buku ini baru saya baca sampai halaman 74. Di sana bapak menceritakan beberapa hal seputar awal berdirinya kilang gas pertama di Indonesia. Khususnya PT Badak, saya pribadi melihat sendiri bagaimana keberadaan perusahaan ini memberikan kontribusi positif bagi warga sekitarnya. Oh iya, saya belum bilang ex bapak indekos saya dulu juga pensiunan PT Badak.
Sependek yang saya tahu PT Badak berhasil membangun pendidikan anak daerahnya begitu rupa dengan baik. Bapak pasti sudah dengar hal ini saat bertandang ke Bontang, bukan?
Seperti yang bapak ceritakan di awal-awal "Reinventing" kalau daerah Bontang sebelumnya hanya ditinggali oleh masyarakat asli dan begitu dimulai pembangunan kilang dan infrastrukturnya, daerah ini begitu ramai dan mulai "hidup". Saya kemudian mencoba membayangkan kalau kilang darat di Masela sudah mulai beroperasi. Tempat saya (di Ambon) akan berdatangan para pekerja yang berlibur, mencari oleh-oleh, atau sekedar duduk dan menikmati nikmatnya kopi sibu-sibu.
Prof Rhenald, satu hal yang menjadi kegalauan saya saat mendengar Pak Jokowi memilih pembangunan on-shore adalah apakah pemanfaatan sumber energi tersebut akan berkontribusi pada peningkatan kualitas sumber daya manusianya. Terlebih dari hal itu, apakah nanti bisa memberi manfaat bagi provinsi Maluku dalam skala luas. Infrastruktur, pariwisata, dan perikanannya.
Rasanya "Reinventing" harus dibaca pengambil kebijakan di provinsi kami yang tercinta. Sari pati dan asam garam yang dialami PT Badak NGL adalah pengalaman berharga yang berguna bagi kami yang baru pertama kali mengelola anugerah Tuhan ini. Namun, kok saya ragu ya pak. Bapak-bapak budiman, wakil rakyat yang dihormati dan disanjung rakyatnya ini akan mencari dan membaca buku ini. Semoga keraguan saya ini salah.
Semoga bapak tidak bosan membaca surat ini ya pak. Sebenarnya harapan saya cuma satu Pak. Kelak ketika pembangunan dan kilang ini telah beroperasi. Bapak tidak henti-hentinya memberi pandangan dan masukan yang berguna bagi keberlangsungan perusahaan kami. Lewat cara apa, saya rasa bapak lebih memahaminya. Meski rasanya masih lama sampai penantian tersebut hadir. Saya Haqqul Yakin bapak juga menaruh perhatian kepada pengembangan gas bumi di tanah raja-raja ini. Satu lagi pak. Jikalau boleh bapak bisa mengundang anak-anak Maluku untuk belajar di Rumah Perubahan. Kesempatan belajar ini rasanya akan sangat bermanfaat bagi kami.
Book Talk Elshinta TV di POST Pasar Santa : Penerbitan Alternatif
Hi semua, saat ini penerbit baru di luar arus utama mulai menawarkan buku-buku bermutu. Misalnya di Yogyakarta, muncul Buku Mojok dan Penerbit Oak. Di bincang-bincang ini Maesy founder POST Santa mengenalkan kita dengan sosok di balik penerbit Oak dan Kata Bergerak.
Sudah
tiba waktunya untuk menghadirkan 10 buku yang saya anggap menarik &
terbaik sepanjang 2015. Sedikit cerita, di tahun ini saya begitu
bersemangat untuk membeli buku dan terus memikirkan buku apa
lagi yang harus dibaca. Untuk
merayakannya, ijinkan saya untuk bercerita 10 buku tersebut untuk Anda.
1. Koala Komal.
Di pembuka tahun 2015, industri buku digemparkan dengan hype rilis buku terbaru Raditya Dika. Fenomena ini semakin viral
saat dirinya turut “promosi” Koala Kumal di “Mata Najwa” bersama Ahok
& Syahrini. Koala Kumal, sejujurnya isinya lucu sekaligus
menghanyutkan. Review buku ini sendiri mendapat tanggapan positif dari Radit. Hasilnya membuahkan page view yang lumayan di h23bc.com.
Ada cerita lucu sehabis menulis review KK.
Setelah
menamatkannya dalam beberapa hari. Saya dengan cepat menulis reviewnya.
Dengan maksud mencoba mengirimkannya ke media cetak. Yang saya tuju
pertama adalah Jawa Pos. Dan inilah kesalahannya. Meski hampir tiap
minggu mengikuti Jawa Pos Minggu. Saya tidak teliti mengamati selera
penjaga rubrik milik koran kesayangan warga Surabaya itu. Singkat
cerita, saya kirim lagi ke Koran Jakarta. Setiap hari menampilkan ulasan
buku, akan lebih besar kemungkinan untuk bisa dimuat.
Singkat
cerita artikel saya berhasil dimuat Kojak. Namun dengan nama penulis
yang berbeda. Seorang mahasiswa UNY, ingat saya. Jujur saja, ada sedikit
kecewa waktu itu. Ada banyak orang yang mengirim resensi yang sama,
balas redaktur Kojak saat saya minta penjelasan soal “ketidaknyamanan”
tersebut.
FYI, review KK akhirnya saya alih bahasakan dengan bantuan mbak Selvi.
Ada yang berbaik hati ingin membantu saya menerjemahkan artikel Blog Buku Haremi ke bahasa Inggris? sila mention di @h23bc
2. Seekor Burung Kecil Biru di Naha: Konflik, Tragedi, Rekonsiliasi
Buku
apik tulisan Linda Christanty ini menarik karena ditulis dengan pakem
jurnalisme sastrawi. Sesuatu yang baru saya “minati” tahun ini. Dan di
akhir tahun ini buku-buku jurnalistik menjadi sebuah pengalaman menarik.
Saya membaca Menjejal Jakarta, Orde Media, Mengantar dari Luar punya
Puthut EA, dan “A9ama” Saya adalah Jurnalisme milik Andreas Harsono.
3. Matinya Burung-burung: Kumpulan Cerita Sangat Pendek Amerika Latin
2015
menjadi bukti bacaan sastra mulai makin diminati pembaca. Salah satunya
lewat kehadiran buku-buku kumpulan cerita pendek. Adalah sebuah
kewajiban untuk menaruh hasil terjemahan Ronny Agustinus di daftar 10
buku pilihan 2015. Tidak perlu waktu yang banyak untuk menikmati
kisah-kisah menarik di dalamnya. Saya berharap di tahun depan semakin
banyak kumcer semacam ini akan diterbitkan oleh penerbit lokal.
Simak juga 5 Buku Fiksi Terbaik 2015 versi Haremi Book Corner disini.
Buku
ini berhasil membuat saya terpukau oleh kehebatan seorang kolumnis.
Lewat permainan kata dan pengamatan beliau yang luar biasa, kehidupan
jaman doeloe berhasil merasuk pikiran saya. Kumpulan esai Myra Sidharta
ini wajib hadir dalam reading list Anda.
Membaca
Seribu Senyum dan Setetes Air Mata merupakan pembacaan yang mengibur
sekaligus menyenangkan. Bukan saja karena esai yang informatif,
berbobot, tulisannya punya sebuah ciri khas tertentu yang tidak mudah
disamai esais lainnya. Buku yang akan memperkaya khasanah berpikir
bangsa ini. Ketika membacanya kita seakan seorang cucu yang duduk dengan
cookies dan cangkir teh di tangan, perlahan mendengar pengalaman dan
cerita dari sang nenek.
Buku
hasil curahan pikiran Stanley Harsha ini menarik. Saya penasaran dengan
pemikiran beliau soal Indonesia. Setelah membaca buku ini kelak saya
memburu buku-buku bertemakan Indonesia yang ditulis oleh orang luar.
Misalnya, Indonesia ETC.
Di
luar dugaan, saya juga mendapati sedikit keanehan. Literatur yang
membahas Indonesia, banyak ditulis oleh orang asing. Maksud saya, sejak
beberapa waktu lampau ketika ada yang ingin mengetahui analisis tentang
keadaan Indonesia, sejarah Indonesia misalkan. Kita akan condong mencari
referensi dari buku-buku yang dibuat orang asing. Mungkin saja karena
sensor dan alasan-alasan lainnya yang (saya tidak tahu) membuat hal ini
terjadi. Hal serupa saya jumpai di dunia penelitian sains kita.
Selayaknya banyak penemuan spesies baru yang lebih banyak ditemukan dan
diidentifikasi oleh peneliti luar. Kemudian dijadikan jurnal ilmiah yang
diakses kaum akademis Indonesia. Figur peneliti seperti Cahyo Rahmadi
tidak banyak kita dengar.
6. Sihir Rumah Ibu: Menyidik Sosial Politik dengan Kacamata Budaya
Kumpulan
esai yang tidak kalah menarik milik Agus Dermawan. Budayawan sekaligus
penulis pidato kawakan lewat kumpulan esainya berusaha menggugah pembaca
lewat caranya menyajikan pengamatan, penilaian, dan kritik yang
“lembut”.
Buku ini
meskipun berbicara banyak hal seputar politik, lewat esainya yang ringan
dan bersahaja penulis justru menitikberatkan “Sihir Rumah Ibu” pada
sebuah gagasan (lebih tepatnya sebuah pesan) sederhana. Budaya yang
mulai makin terpinggirkan di Indonesia. Bacaan yang menggelitik
sekaligus mencerahkan kita.
Sihir Rumah Ibu akhirnya yang membuat saya mencoba membaca buku-buku sejenis yang ditulis oleh Radhar Panca Dahana dan Cak Nun.
Dikemas
secara menarik oleh Pandji Pragiwaksono. Bacaan yang mengupas banyak
hal soal pengalaman Pandji dalam berkarya. Penekanan yang ingin
ditampilkan pada sisi kreatif seorang pekarya dalam memasarkan hasil
karyanya. Semoga makin banyak insan kreatif lainnya yang berbagi
pengalamannya lewat sebuah buku.
Novel
thriller apik garapan Ade Tsugaeda membuat genre ini menunjukkan
harapan besar di industri buku Indonesia. Buku thriller & misteri
lokal belum banyak mendominasi rak buku kita. Tahun ini beberapa penulis
mencoba peruntungannya di pasar. Beberapa judul yang mengesankan ada
Misteri Patung Garam dan Tiga Sandera Terakhir.
Disesaki dengan beragam genre yang laris di pasaran, karya kedua Tsugaeda memberi alternatif bacaan yang menyenangkan.
9. Dari Gestapu ke Reformasi: Serangkaian Kesaksian
“Pengalaman
yang mengesankan”. Itulah yang keluar dari mulut saya sehabis membaca
buku yang satu ini. Sebenarnya tulisan Salim Said ini sudah saya beli di
Jogja 2013 kemarin, belum sempat saya baca dan sudah diberikan ke
orang. Setelah membaca buku terbaru beliau, saya memutuskan untuk tidak
melewatkan buku pertama yang mengupas kronik gestapu hingga aral
reformasi.
Ditulis dengan
mengalir, selayaknya seorang wartawan yang bercerita pengalaman
pribadinya tentang kejadian-kejadian bersejarah di Indonesia. Ditambah
pula dengan analisa beliau sebagai orang yang dekat dengan dunia
militer. Buku ini setidaknya berhasil memberikan pemahaman apa yang
terjadi di masa lalu. Sesuatu yang sengaja tidak dibuka lebar dan
diajarkan di bangku sekolah.
10. 50 Tahun Kompas Memberi Makna.
Buku
terbaik untuk tahun ini. 50 Tahun Kompas Memberi Makna saya baca dalam
berbagai kesempatan. Lewat catatan Kompas ini setidaknya saya bisa catching up apa saja yang menjadi big story di dalam maupun luar negeri.
Satu
hal yang membuat buku punggung keras yang dicetak dengan kertas lux ini
istimewa adalah kehadirannya sebagai penjaga sejarah yang diemban
dengan baik oleh Harian Kompas. Lewat cuplikan halaman depan terpilih
selama kurun waktu 1965–2014, kita dapat mengamati “peristiwa besar” dan
mendapat ulasan menarik dari tulisan para jurnalis Kompas.
Saya
pribadi sedikit banyak mendapat pengalaman baru saat membaca rangkaian
tulisan ini. Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada media lain,
langkah Kompas dalam menerbitkan semacam “ensiklopedia mini” layak
diacungi jempol.
Hi semua, semoga kamu dalam keadaan sehat. Tidak terasa kita sudah memasuki bulan kedua di tahun 2016. Welcome February :)
Nah sedikit berbagi disini, di awal tahun saya (sempat) berharap untuk puasa belanja buku. Harapannya bisa meminimalkan pengeluaran. Namun, hal itu belum bisa kenyataan karena banyak buku-buku bagus yang keluar. #alasan.
Berdiri di hadapan peserta Temu Pendidik Maluku, Imanuel Lawalata bercerita tentang pengalamannya sebagai pengajar PAUD di pulau Saparua, Maluku. Lulus dari UK Petra Surabaya, saat ini Adi-sapaan akrab Imanuel-mendedikasikan waktunya untuk kegiatan PAUD Lounno. Bersama Adi ada beberapa guru yang berbagi soal proses kreatif dalam mengajar. Di tengah berbagai keterbatasan di Ambon, ada saja cara untuk melawan ketertinggalan tersebut. Pada Rabu (27/01) pagi yang cerah, di aula SMAN 1 Ambon Bukik Setiawan mewakili Kampus Guru Cikal turut hadir berbagi soal gerakan Guru Belajar.
Bukik, penulis buku dan praktisi pendidikan berharap para guru dapat memiliki motivasi untuk terus belajar. Hal terpenting adalah motivasi internal dari setiap insan pendidik. Terus mengembangkan diri dan menjadi guru yang dapat menjadi role model bagi anak didik. "Anak Bukan Kertas Kosong" karya pertama yang terbit tahun kemarin mendapat sambutan positif di masyarakat. Saat ini buku mas Bukik akan naik cetak untuk kali ketiga.
***
Ditemani secangkir kopi Rarobang, kopi hangat khas Warung Kopi Sibu-Sibu dan suara biduan yang merdu manajer pengembangan "Kampus Guru Cikal" ini menyempatkan diri ngobrol seputar pendidikan anak, buku dan soal ngeblog. Dengan aksen suroboyoan yang masih cukup kental, Bukik bercerita soal ABKK dan rencana terbit buku barunya yang berjudul Bakat Bukan Takdir. "Fase-fase perjalanan untuk mengasah bakat anak itu yang menjadi pembeda buku saya dengan (buku) yang lain," kata bloger yang pernah menjadi dosen Fakultas Psikologi UNAIR selama 7 tahun. "Saya sudah mempersiapkan dengan detail soal promosi buku baru, naskahnya sudah siap dan tinggal membahas kontrak dengan penerbit baru. Rencana terbit awal Maret." ujar Bukik yang sore itu menyantap cemilan tar labu.
Pembelajar sepanjang hayat. Bukik terus berkeliling Indonesia membagikan motivasi soal pentingnya guru belajar. Kampus Guru Cikal juga membuka pertemuan rutin Temu Pendidik dan program beasiswa untuk pengajar. Dengan peningkatan pengelolaan kelas dan ketrampilan mengajar, para pendidik akan jauh lebih maksimal dalam mengajar di kelas. Selain aktif mengelola bukik.com, dirinya juga aktif membaca buku. Novel hingga buku agama dilahapnya. Dia menyarankan saya untuk membeli Kindle Classic untuk menyiasati buku impor yang mahal. Tahun ini saya ingin lebih banyak baca buku luar. Terutama sastra, buku bisnis dan sains sosial. Beberapa menit sebelumnya saya bertanya soal kemudahan akses buku setelah pindah ke Jakarta. Kinokuniya langsung disebut, menandakan toko buku itu menjadi favoritnya selama tinggal di ibu kota. Obrolan kami berlanjut menyinggung soal jurang pengetahuan yang semakin besar di Indonesia. Kota kecil semisal Ambon akan jauh jomplang bila ditanya berapa judul buku baru yang beredar dan dibaca masyarakat.
Memasuki tahun 2016 sudah banyak kebijakan baru yang dibuat Kementrian Pendidikan dan Kebudaaan. Terlepas dari pro dan kontra keberhasilan Indonesia mengenalkan karya sastranya kepada pembaca dunia. Ajang Frankfurk Book Fair 2015 menjadi titik awal perjalanan panjang dunia sastra Indonesia. Kabar baiknya, ada alokasi dana untuk penerjemahan karya sastra secara berkelanjutan. Demikian kicauan Goenawan Mohamad beberapa hari lalu. Sembari berjalan menyusuri trotoar kota Ambon yang diterangi lampu temaram, saya menanyakan hal yang terus ada di benak saya. Ketika diminta pendapatnya soal kondisi pendidikan saat ini. Kita bisa berharap banyak untuk perubahan pendidikan Indonesia. "Menteri pendidikan, Anies Baswedan sudah on the right track, salah satunya dengan menggandeng aktor-aktor pendidikan." ungkap Bukik.