Skip to main content

Posts

Showing posts from February, 2018

Profil Haremi Book Corner di Podcast Suarane

Di awal tahun 2018, sudah berapa buku yang kamu baca, guys? Gimana tantangan baca kalian? Semoga masih semangat kayak pas bulan Januari kemaren ya. Btw, akhir tahun 2017, saya (Steven) sempat diwawancarai di podcast Suarane. Ngobrolin soal buku dan akhirnya bikin tokobuku daring. Isinya gimana aja? yuk dengerin di sini. Have a nice day.

Ubur-Ubur Lembur oleh Raditya Dika

Ubur-ubur Lembur by Raditya Dika My rating: 3 of 5 stars O0m Dika, eh salah, bang Dika memang terbukti pencerita top. Ngalir aja. Serasa baca kumpulan cerpen gitu. Tapi bedanya ini pengalaman batin bang Dika sendiri yang diceritain. Teknik berceritanya keren. Isinya seru. Kontemplatif. Suka sama apa yang dibilang Radit, hiduplah dari apa yang elo senengin. Kira-kira gitu bahasa bebasnya. selain itu. Jadi penasaran gue kan, sama Radikus makan kakus. yang dimention di bab terakhir gitu. Eh bener ga sih? Rekomendasi nggak? Iya, kalau pengen baca tulisan terbaru Radit, elo harus beli bukunya. Kalau fans Radit garis keras, apalagi. Wajib hukumnya. Tapi kalau dibilang, bagusan mana, saya akan bilang Koala Kumal ya. salutlah sama effortnya Raditya dika. Ia bilang nyicil tulisannya di sela-sela jobnya yang udah seabrek cuy, dan bener-bener kelihatan ini kayak perjalanan karirnya dia yang pengen dibagi ke khalayak pembaca. View all my reviews

Milea: Suara Dari Dilan

Milea: Suara Dari Dilan by Pidi Baiq My rating: 4 of 5 stars Akhirnya selesai baca trilogi Dilan, nggak tahu kalau taun depan terbit lagi. Hehehe. Ya, baca buku Dilan 91 memang bikin nyesek. Gua akuin itu. Tapi setelah mengambil jeda panjang (setengah harian kurang sih, kalo diitung), saya buka buku bersampul abu-abu itu dan langsung termangut-mangut lihat prakata ((prakata)) dari si empunya cerita. Iya nggak bisa juga dong, ngelihat cuman dari satu sisi aja. Kita butuh dua sisi pandang biar lebih tahu sesuatu dengan lebih clear. Di sini Dilan, bercerita soal kehidupannya. Melengkapi dan memparipurnakan cerita yang sudah kita semua baca di dua seri awal. (bikin Rangkulan maya) Sejujurnya saya menikmati aja, apa aja yang Ayah tulis disini. Soal masa kecil Dilan yang menggemazkan. Terus. Kenalan sama Milea. Dsb. Jatuhnya, aku jadi bisa memaklumi dan setidaknya melihat cerita mereka dengan lebih baik. Aman nih gua pikir. Sebelum memasuki sepersekian akhir buku ini ditulis. Man... Tapi.

Dilan Bagian Kedua: Dia Adalah Dilanku Tahun 1991

Dilan Bagian Kedua: Dia Adalah Dilanku Tahun 1991 by Pidi Baiq My rating: 5 of 5 stars Seperti yang aku tulis di review Dilan 90, cerita di Dilan bagian kedua ini memang bikin lebih penasaran lagi. Kisahnya sendiri bersambung mulus dari Dilan 90. Disini memang bisa dibilang konfliknya lebih memuncak. So on an on. Tapi dibalik semuanya, aku cuman mau nulis, gue salut sama mbak Milea, atau siapapun namamu mbak, kisah hidupmu berkesan. Gue nulis ini dengan mix feelings. Sumpah. (Di jam 2 pagi lebih lima menit), iya 2 seri aja butuh maraton dari jam 9 malem-2 pagi. Saya bukan speed reader. Ceritamu beresonansi dengan kuat kepada pembaca. Itu yang kukira sebagai alasan kenapa buku ini layak diberi lima bintang. Nggak sabar nunggu versi filmnya juga. Sh#$ masih ada 1 buku lagi. Gimana caranya biar bacanya nggak baper ya? Overall buku ini, sekali lagi karena udah selentingan kabarnya memang kisah nyata, jadi bener-bener, apa ya, mau dibilang, touching, nggak, ya, ngena di hati aja. View a

Review Buku Dilan: Dia Adalah Dilanku Tahun 1990

Dilan: Dia Adalah Dilanku Tahun 1990 by Pidi Baiq My rating: 4 of 5 stars Sebenarnya saya sudah nggak pengen baca novel ini, sebelum nonton filmnya. Iya betul, saya pernah punya novel 1-2, dan tidak kebaca. Sampai review di podcast Buku Kutu pun saya dengar, ah, nggak kebaca pun. Full spoiler deh. Tapi itu, kalau udah nggak baca, lihat review pun dijabanin. Tapi setelah lihat filmnya. Kok bagus. Kok lucu ya. Beli fisiknya deh. Langsung 3. Trilogi. Cie.. Malam ini dimulai jam 9, aku duduk dan tersenyum, cara ceritanya asyik, kayak lagi gimana gitu, iya ceritanya kayak denger temen lagi cerita gitu, sambil gue mengingat scene demi scence yang dijalankan Iqbal dan Vanessa dengan emejing. Overall buku pertama ini asyik, dan terlepas dari itu, saya sudah menaruh sangka, ini kisah nyata, jadi makin penasaranlah aku. Berjuta penasaran. Sampai sensasi setelah baca dua seri. (Lanjut ya di review Dilan 91). Waktu menunjukkan. Jam 2 pagi (waktu nulis ini). Kisahnya bagus. Itu saja. Kalau belum