Showing posts with label History & Culture. Show all posts
Showing posts with label History & Culture. Show all posts

Thursday, 28 August 2014

Review Buku Mirah dari Banda Hanna Rambe


Drama kehidupan Banda, Pengantin Maluku




Judul buku: Mirah dari Banda
Penulis: Hanna Rambe
Penerbit Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Edisi ketiga, tahun terbit 2010.

Tampak Banda dari udara
Buku ini terpilih untuk direview karena posting bareng BBI di bulan Agustus bertema nusantara. Buku ini pun secara tidak sengaja saya temukan di Perpustakaan Bank Indonesia kota Ambon. Terima kasih untuk keramahan dari para staf sehingga saya bisa dibolehkan meminjam buku. Lewat membaca blurbnya saja saya sudah merasa novel ini akan sungguh memikat. Tema sentral buku ini adalah buah pala (Myristica fragrans) yang mendunia. Mirah dari Banda menghadirkan drama kehidupan seorang gadis pekerja kontrak pala di Banda, sang pengantin Maluku.

Fuli dan pala
Dari awal membaca buku ini, kita diajak untuk menyelami dialek dan eksotisme daerah Maluku. Penulis berhasil membenamkan pembaca di dalam cerita yang dibuat. Ada kala kita merasakan keriangan, kegembiraan, namun ada juga kegetiran hidup, kepahitan hidup. Lewat tulisan yang luar biasa detail, narasi yang ada tidak menjemukan pembaca. Mirah dari Banda menangkap atensi pembaca dengan menampilkan daerah Maluku dengan segala kelebihannya. Pembaca dapat menangkap sejarah bagaimana daerah Maluku sejak berabad-abad silam sudah begitu kosmopolitan. Kedekatan sosial antara orang Belanda dan Maluku nampaknya bermula dari sini. Dianugerahi dengan kekayaan alam yang luar biasa, juga kuliner yang tidak kalah pentingnya. Para pembaca dapat ikut menikmati indahnya berwisata ke daerah Maluku lewat buku ini, mungkin juga akan meneteskan air liur ketika membaca deskripsi makanan khas laut yang nikmat di lidah.
Perahu Banda


Cerita ini bermula ketika seorang gadis blasteran asal Australia bernama Rowena Higgins alias Wendy yang berkunjung ke Banda bersama para sahabat untuk sejenak berlibur. Sosok jelita & cerdas yang tergila-gila dengan banyak hal yang dapat dipelajari dari kebudayaan-kebudayaan dunia. Salah satu penyebabnya adalah keinginan hatinya untuk mencari tahu asal usul kehidupannya sendiri. Sepenggal cerita yang dia ketahui adalah orangtuanya terpisah akibat keganasan perang. Wendy pun seperti ditakdirkan oleh sang pencipta akan bertemu dengan seorang nenek yang bekerja di rumah tempat ia menginap. Sang nenek yang bernama Mirah, kemudian menceritakan perjalanan kehidupannya yang pahit sekaligus manis. Mirah yang jago memasak, ternyata memiliki jalan hidup yang amat berat. Sejak kecil hingga masa tuanya, orang-orang yang dicintainya pergi meninggalkannya. Mirah hanya mampu bertahan menghabiskan hidupnya di tanah Banda, tempat yang begitu berarti dalam kehidupannya. 

Peta selam di kepulauan Maluku
Di novel ini pembaca akan mengetahui banyak hal yang berkaitan dengan Maluku. Mulai dari sejarah datangnya bangsa Belanda ke daerah Maluku. Awal mula kedatangan bangsa-bangsa besar di dunia ke tanah nusantara. Semuanya karena komoditas paling bernilai saat itu, yaitu pala dan fuli. Penulis menceritakan sejarah dengan amat baik, narasi yang cerdas dibalut dengan romansa yang memikat. Pembaca disuguhkan sebuah pelajaran sejarah yang mungkin tidak ketahui sama sekali sebelumnya. Satu hal yang sungguh menggoreskan hati ketika membaca novel ini adalah bagaimana perbudakan telah terjadi sekian lama di bumi nusantara. Tidak perlu membayangkan bagaimana kesulitan hidup yang terjadi di jaman tersebut. Sepenggal contoh kehidupan budak kontrak dapat dilihat di film 12 Years a Slave. Di perkebunan pala, bisa jadi tidak separah seperti yang dialami budak belian di film tersebut namun luka batin dan trauma yang membekas telah menggoreskan sebuah luka yang amat dalam kehidupan masyarakat Banda. Bagaimana oleh sebuah perebutan komoditas pala dan fuli, sebuah generasi Banda hampir punah. Ketika semua pembesar pengurus kebun pala yang notabene masyarakat asli Banda dihabisi oleh Belanda. Hanya beberapa keluarga yang diceritakan berhasil selamat.


“Wendy tak dapat memutuskan apakah pohon berbuah emas yang harum itu sebuah berkat atau laknat bagi suku banda yang malang. Ia pun sering tak mengerti mengapa ada bangsa atau kelompok yang merasa senangn menundukkan atau menjajah bangsa atau kelompok lain. Bukankah setiap manusia di muka bumi sama dan sederajat di mata Tuhan yang menciptakannya? Hal 123.

Banda yang dulu menjadi tempat yang paling ingin dikuasai dunia sekarang merana. Kerisauan penulis tertuang disini 



“ Sekarang Banda menjadi tempat yang sunyi senyap dan terpencil dari dunia luar. Tak banyak lagi orang yang ingat kepada keindahannya, kepada pala dan fuli-nya. Bahkan anak sekolah zaman sekarang mungkin tak pernah mendengar tentang Pengantin dari Maluku. Kami ini hidup dalam kenangan masa lalu yang indah, yang tak akan kembali lagi. “ hal 92

Penulis juga mengungkapkan keprihatinannya tentang hal ini. Apakah di satu sisi pala memberi kehidupan yang baik ataukah memberi sebuah dampak negatif yang tidak dapat dihindari.


Buah penghasil emas
“Salahkah Tuhan menciptakan dan menganugerahkan pala kepada penduduk Banda? Tidak. Tuhan tidak pernah bersalah bukan? Tuhan Mahatahu, Mahakuasa, dan sempurna. Manusialah yang tidak pandai menghargai karunia-Nya. Manusia habis dicabik-cabik oleh egoisme.” Hal 373.

Tidak seperti yang saya sangka bahwa pala hanyalah sebatas pemanis dapur, sebatas penambah kesedapan masakan oleh ibu-ibu. Beragam fungsi pala membuatnya sangat bernilai di masa silam.


"Fungsi pala sebagai obat pengawet ternak dan ikan, ratusan tahun sebelum orang menemukan mesin pendingin. Obat-obatan, minuman alkohol. Sedangkan fuli, pembungkus biji pala dapat menjadi minyak yang sangat berharga di Banda. Orang Banda menyebutknya sebagai minyak ajaib, dipakai menyembuhkan segala macam penyakit termasuk masuk angin. Buah yang dipilih untuk minyak tersebut harus yang segar, gemuk banyak sarinya, serta tak berlubang. Khasiat lainnya untuk mempercantik kulit, menghalau nafas berbau, menjernihkan pandangan yang kabur, menghangatkan perut yang mulas dan membantu mencerna makanan sehabis pesta besar"


Sampai sekarang pun pala, cengkeh masih menjadi tumpuan hidup masyarakat Maluku. Minggu lalu sekilo biji pala kering yang dibeli di tempat penimbangan hasil bumi di Ambon bernilai Rp.150.000. Cukup tinggi bukan? 

Mira dari Banda layak untuk dibaca dan dikoleksi, cerita yang luar biasa dan memikat ini akan mewarnai kehidupan Anda. Mengenal keragaman Indonesia. Bukankah kita harus belajar dari sejarah untuk membangun kehidupan yang lebih baik. Kisah ini direkomendasikan untuk dibaca bagi Anda masyarakat Maluku, pecinta fiksi sejarah, penyuka cerita romansa berbalut sejarah. Selamat menikmati karya sastra ini dalam kehidupan Anda.

Friday, 25 April 2014

Rekomendasi Buku Kuliner Jogja Monggo Mampir

Review lengkap tempat makan legendaris kota Jogja




Judul buku: Monggo Mampir Mengudap rasa secara Jogja.
Penulis: Syafaruddin Murbawono
Halaman: 239
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Buku dengan judul persuasif yang bertujuan mengajak  para wisatawan yang ingin berkunjung ke kota Jogja atau orang Jogja yang notabene mahasiswa maupun warga tetap untuk mencoba berbagai tempat makan yang luar biasa dan legendaris. Sayangnya buku ini tidak dicetak ulang sehingga agak sulit untuk dicari. Buku ini bisa menjadi bacaan sebelum berwisata kuliner di Jogja. Waktu penerbitan di tahun 2009 buku ini menjadi informasi yang berharga bagi pecinta kuliner karena belum banyak artikel maupun situs yang mereportase kuliner Jogja. Monggo mampir adalah kumpulan artikel yang mengupas lengkap tempat makan legendaris seantero kota Jogja.

Mas Butet
Sang penulis dengan ditemani mas Butet Kertaradjasa berkeliling Jogjakarta untuk menulis dan merasakan secara langsung kenikmatan dari tiap-tiap masakan. Jadi buku ini merupakan liputan langsung yang dituliskan kepada pembaca dengan berbagai foto yang menarik. Dijamin ketika membaca buku ini selera makan kita akan timbul, dan jangan salahkan penulis bila tiba-tiba timbul air liur dan kangen masakan Yogya. Kelebihan buku ini selain kualitas gambar yang baik, narasi yang dituturkan dengan mengalir ditambah penggalan cerita pengalaman mas Butet tentang tempat makanan tersebut, deskripsi makanan yang sungguh menggoda dan mengundang rasa penasaran buat mencoba. Penasaran bukan? yuk hunting buku tersebut di toko buku terdekat.

Menu angkringan yang maknyus
Mulai dari angkringan hingga soto dan susur pasar, semua artikel sungguh menggoda pembaca untuk menjajal satu per satu makanan yang ada. Angkringan merupakan pembuka di buku ini karena pintu masuk bagi wisata kuliner Jogja. Belum lengkap mengunjungi Jogja bila tidak mencoba makan nasi kucing dengan isi sambel teri dibarengi dengan lauk berupa baceman tempe, sate usus, sate telur, bakwan, sate keong, dll. Buat pecinta kuliner yang ingin mencoba sensasi yang berbeda bisa memesan teh "nasgithel" alias panas, legi, kenthel atau kopi jos.

Dua gagrak minuman ini bisa membikin tubuh seger sumyah. Kesegaran dan kehangatan yang timbul berkat menyesap kopi dan teh. Kopi jos berasal dari kopi curah yang masih kasar. Kopi yang sudah dibuat itu lalu dicemplungi potongan arang membara yang dipungut dari tungku.

Angkringan teman begadang

Sajian diatas bisa dinikmati di angkringan Lik Man, lokasinya di bagian utara stasiun tugu persisnya sepanjang tembok pagar pembatas area stasiun Tugu, trotoar jl.Wongsodirjan. Perlu diketahui bahwa disinilah inspirasi Katon Bagaskara ketika menuliskan lirik tembang kenangan legendaris "Yogyakarta", "ramai kaki lima/ menjajakan sajian khas berselera/ orang duduk bersila.."

Bagi pecinta es krim bisa mencoba es krim Tip Top, FYI ini adalah ikonoklastik budaya pop Jogja di zaman revolusi kemerdekaan. Dengan tagline "taste the retro sensation of ice cream", penggemar es krim dapat mengunjunginya di Jl. Pangeran Mangkubumi 24 Yogyakarta. Di dalam buku ini hampir semua tempat makanan yang dikunjungi sebagian merupakan tempat legendaris karena sudah dibuka sejak jaman 40-50an, bayangkan tradisi masakan yang masih dijaga hingga saat ini membuktikan bidang kuliner tidak habis dimakan jaman. Tempat makan tersebut menyimpan sejarah panjang dan citarasa yang otentik, alasan inilah yang penulis coba untuk diungkapkan lewat buku Monggo mampir.

Buku ini layak dibaca bagi anda pecinta kuliner yang tinggal di Jogja maupun yang berencana berkunjung ke Jogja. #KapankeJogjaLagi

Friday, 18 April 2014

Kretek Indonesia

Ulasan rokok kretek asli Indonesia

Judul buku: Kretek Indonesia: Dari Nasionalisme hingga Warisan Budaya
Penulis: S.Margana dkk
Halaman: 316
Penerbit: Kerjasama Jurusan Sejarah UGM dan Puskindo (Pusat Studi Kretek Indonesia)


Rokok kretek legenda Indonesia
Buku ini saya beli ketika menghadiri peluncuran buku tersebut beberapa waktu lalu di Perpustakaan Pusat UGM. Judul buku ini sangatlah menarik sehingga saya memutuskan untuk bisa membaca isinya lebih lanjut. Melihat sisi nasionalisme sampai warisan budaya dari rokok kretek. Nilai lebih dari buku ini adalah tulisan riset akademisi yang dituangkan ke dalam format buku populer. Bahasanya sederhana tidak terkesan ilmiah membuat buku ini nyaman dibaca oleh masyarakat umum. Tim penulis dengan baik menelusuri sejarah rokok kretek lewat riset dan juga menjelajahi daerah pabrik kretek untuk observasi lebih dekat dengan para pelaku di lapangan.

Buku dengan sampul daun tembakau yang menonjol dan dibawahnya sosok grader yang sedang mencium aroma bahan baku rokok kretek. Buku ini terbagi menjadi tiga bagian besar, bagian pertama buku ini membahas Kretek, Nasionalisme dan Kemandirian Ekonomi. Pada masa kolonial, bangsa penjajah dapat merauk keuntungan luar biasa dari negeri Indonesia dari rempah-rempah. Industri kretek yang lahir pada jaman tersebut merupakan bentuk simbol perwujudan perlawanan ekonomi bumiputra terhadap ekonomi kolonial.

Suasana kerja di pabrik kretek
Bagian kedua membahas Kretek: Dimensi Sosial dan Budaya. Disini penulis mengulas kontribusi kretek dan kesejahteraan rakyat. Dari Kontribusi industri kretek bagi keamanan bangsa ketika masih terjadi agresi militer oleh Belanda hingga dana CSR (Corporate Social Responsibility) sebagai imbal balik perusahaan rokok kepada masyarakat di berbagai bidang.

"Kretek adalah kebanggan warga Kudus dan bangsa Indonesia." (hal 194)

Rokok kretek sebagai warisan budaya merupakan alasan saya ingin mengetahui isi buku ini penulis merujuk pada karakter kretek yang menjadi produk kekayaan intelektual warga Kudus yang terwariskan secara turun-temurun. Karakter tersebut yang pertama adalah ramuan tembakau plus cengkeh (Blend tobacco and clove). Hal inilah argumen terkuat untuk mengatakan kretek adalah warisan asli Indonesia yang tiada duanya. Racikan rahasia di tiap perusahaan merupakan bahan bakar yang terus membuat industri kretek terus berjalan. Rasa kretek yang istimewa untuk dinikmati karena adanya takaran tertentu antara cengkeh dan tembakau dengan kualitas pilihan. Setiap pabrik memiliki komposisi tersendiri yang membuat cita rasa masing-masing merek rokok berbeda dan memiliki penggemar fanatik. 

Faktor kedua yaitu perisa/saos perasa (Tobacco Flavour), ketiga adalah Mbatil, Giling, dan Nglinting rokok ketiganya adalah ketrampilan khusus para pembuat rokok kretek. Nglinting itu pekerjaan membentuk kerucut kretek dengan alat contong, besut serta tali untuk rokok klobot. Nglinting inilah yang membuat sigaret kretek tangan (SKT) tetap masih dinikmati banyak orang. Lintingan tangan akan menghasilkan cita rasa rokok yang berbeda dari sekedar diproduksi dengan mesin. Mbatil sendiri adalah kegiatan merapikan dua ujung kretek yang sudah dilinting dengan gunting., keempat adalah pelepah dan keranjang pisang, terakhir adalah grader: sang penjaga kualitas kretek. Bagian terakhir adalah esai-esai kebudayaan yang melengkapi puzzle dari rekaman tulisan yang telah dibuat.
Kerjasama dan ketrampilan membuat kretek

Buku yang layak untuk dibaca bagi pecinta rokok kretek, penyuka sejarah Indonesia, mahasiswa jurusan sejarah, anda yang tertarik dengan kekayaan budaya bangsa ini.