Showing posts with label Jurnalistik. Show all posts
Showing posts with label Jurnalistik. Show all posts

Sunday, 20 August 2017

Jokowi Melawan "Debt Collector" Salim Haji Said - Review


Catatan politik membedah kekuasaan dan masyarakat.




Terbitan Penjuru ilmu ini saya temukan secara tidak sengaja sebenarnya. Buku setebal 253 halaman tersebut berisikan catatan politik seorang ilmuwan politik Indonesia yang berusaha membedah kekuasaan dan relasinya pada masyarakat. Rangkuman peristiwa yang dikomentari, diberi konteks, dan terlebih itu menyajikan pendapat khas jurnalis yang kritis. Pembacaan buku ini sarat dengan informasi. Tambahan pula kumpulan kolom dan komentar Salim Haji Said ini boleh dibilang sebuah oase bacaan sospol kekinian yang ditulis dengan gaya dan pandangan yang menarik.

Saturday, 5 August 2017

Review #JK75 Cerita Tentang Kalla (2017)





Diterbitkan di medio Mei silam, #JK75 diniatkan menjadi persembahan wartawan kepresidenan untuk ulang tahun Jusuf Kalla yang ke tujuh puluh lima tahun ini. Buku ini mengungkapkan sisi humanis sang Wapres yang mungkin jarang kita perhatikan di pemberitaan media. Salah satunya JK kerap menyapa para wartawan yang sudah menunggu lama menunggu doorstop dengan berkata, "sudah makan?", "baek?" dengan logat khas Makassar.



Selain kedekatan beliau dengan awak media, lewat cerita yang disajikan, JK juga meluangkan waktu menyambangi sahabat baik mulai dari pimpinan negara hingga teman yang sedang terkena kasus hukum, Irman Gusman, mantan ketua DPD RI.


Lewat #JK75 Cerita Tentang Kalla, pembaca dapat menemukan keseharian aktivitas JK. Mulai dari kegiatan resmi di pemerintahan, aktivitas bersama keluarga, dan relasi dengan orang-orang di sekitarnya. Meski di dalamnya kerap ada tulisan yang tumpang tindih, saya tetap menikmati membaca buku bersampul dominan putih dengan siluet wajah pak JK. Tulisan yang ditawarkan mengena dan mampu memberi penerawangan bagaimana kiprah sosok berkumis tipis yang angkat nama lewat Kalla Grup tersebut.

Baca juga: 6 Hal Unik dari sosok Pak JK (1)

Saya kira, sudah banyak buku sejenis yang mengupas sepak terjang JK, mulai dari waktu Pak JK Wapres pertama, berjibun buku yang bertemakan sosok penggerak kemajuan Kawasan Indonesia Timur itu. Namun buku yang satu ini agaknya istimewa. Mereka para penulis, adalah orang-orang dekat JK yang mengikuti berbagai aktivitas beliau selama bekerja sebagai Wakil Presiden RI. Insan yang merasakan dengan hati dan bersinggungan dengan jarak dekat dengan bapak. Sehingga sampai tahu kebiasaan pak JK. Meraba mood bapak, jika sedang santai, dan lebih-lebih memberikan pendapat yang dinanti-nanti (untuk ditulis, tentunya).

Baca juga: 6 hal unik Pak JK yang mungkin belum kamu tahu.


Sebelum buku ini terbit. Kita juga sudah memiliki buku bertema sejenis. Adalah Tetralogi Pak Beye milik Wisnu Nugroho yang menjadi pelopornya. Bang Inu-sapaannya, dengan telaten mengulik keseharian istana dan berhasil menunjukkannya lewat tulisan yang menggelitik di buku-bukunya yang terhitung laris.



Buku ini saya rekomendasikan untuk Anda yang kepo dengan keseharian orang nomor dua di negeri ini. Seorang sosok pemikir yang mengabdikan dirinya untuk kemajuan bangsa dan khususnya sektor ekonomi Indonesia, jika bisa disebutkan seperti itu. Selain itu, Anda semua yang menyenangi buku bertema biografi.



Monday, 1 August 2016

Ulasan Buku #Narasi: Antologi Prosa Jurnalisme

"Narasi yang memukau dari seantero Indonesia"


Beragam reportase menarik dan mendalam khas jurnalisme naratif dirayakan dalam buku ini. Minggu malam memasuki bulan Agustus tuntas sudah #Narasi saya baca. Buku ini jauh-jauh hari saya pesan saat baru dirilis awal tahun 2016. Tebalnya halaman yang ada membuat beberapa kali saya menunda menghabiskan kumpulan narasi milik para penulis mumpuni di Indonesia. Mulai dari Zen RS hingga Andina Dwifatma yang terkenal pula dengan novelnya “Semusim, dan Semusim Lagi”.

Masih cukup jelas dalam ingatan saya, buku yang lahir dari Pindai Media bertepatan dengan munculnya istilah "senjakala media" yang cukup menghebohkan dan mendapat tanggapan luas di banyak kalangan. Dalam post ini saya tidak akan berpanjang lebar berpolemik tentang hal tersebut. Bagi saya pribadi membaca liputan media yang mengusung jurnalisme naratif jauh lebih menyenangkan. Selain asupan informasi yang digali jauh lebih dalam, penyampaian gagasan yang lebih mendetail kepada pembaca, di beberapa bagian kita serasa turut serta di dalam liputan tersebut. Sesuatu yang memakan cukup banyak tempat sehingga dapat dimaklumi bentuk ini jarang terlihat di media cetak. 



Tuesday, 10 May 2016

Book Review Narconomics: How to Run a Drug Cartel by Tom Wainwright




Langit berawan tebal memenuhi langit La Paz, Bolivia saat Tom Wainwright, 34 tahun bersiap menjelajahi pusat perdagangan kokain dunia. Bersama sang supir yang dipanggil bin Laden-karena jenggot hitamnya yang menjuntai sepanjang enam inci melewati dagunya-menaiki Toyota Land Cruiser bercorak abu gelap, keduanya mulai mendaki dari ketinggian 10.000 hingga 13.000 kaki menuju pegunungan Andes, tiga kali lebih tinggi dari Kathmandu di Himalaya. Mobil mereka melaju membela awan-awan, hingga terkadang sekilas terlihat hamparan salju di sisi lain lembah.

I am. Here in the Andes is where the cocaine trade, a global business worth something like $90 billion a year, has its roots. Cocaine is consumed in every country on earth, but virtually every speck of it starts its life in one of three countries in South America: Bolivia, Colombia, and Peru. The drug, which can be snorted as powder or smoked in the form of crystals of “crack” cocaine, is made from coca plant, a hardy bush that is most at home in the foothills of the Andes. I have come to Bolivia to see for myself how coca is grown, and to find out more about the economics at the very start of the cocaine business’s long, violent, and fabulously profitable supply chain.” p.10.



Tom Wainwright

Narconomics sejak awal memberikan “petualangan” seru dan begitu banyak insight perihal dunia narkotika. Premis buku ini menarik. Inilah buku manual bagi para gembong narkoba. Tapi juga sebuah blueprint untuk bagaimana mengalahkan mereka.

Meski ditulis berdasarkan riset yang beroperasi di wilayah Amerika dan sekitarnya. Beberapa informasi dan temuan-temuan di dalamnya dapat diadaptasi di Indonesia.

Sunday, 23 August 2015

Review Buku Mata Najwa: Mantra Laya Kaca



Mata Najwa: Mantra Layar Kaca
Fenty Effendy
Mei 2015
Penerbit Media Indonesia


Talkshow politik yang dianggap serius-berat-menjemukan, kenyataannya begitu ditunggu-tunggu. Memperbincangkan politik juga bisa asyik seperti menonton pertunjukan musik, asalkan dikemas secara apik.

Bagi politisi, politik itu sekedar logika, tapi di mata publik, politik adalah soal perasaan.
Ramuan itulah yang diaduk-aduk untuk menyihir pemirsa, sehingga Mata Najwa menjadi mantra di layar kaca.

Monday, 9 March 2015

Review Buku Istana Bla Bla Bla @beginu




Judul: Istana Bla Bla Bla.
Penulis: Wisnu Nugroho & Didie SW (Ilustrator)
Penerbit: Noura Books. (2014)


Sebenarnya keinginan saya untuk membaca buku ini ada sejak tahun terbit Istana Bla Bla Bla. Satu hal yang menjadi pendorong untuk membeli buku IBBB adalah penulisnya yang tidak diragukan lagi dalam menyampaikan hal-hal unik berkaitan dengan pemerintahan SBY. Sebagai wartawan istana yang cakap dalam mengamati dan menganalisa. Pelbagai kisah dengan sentuhan khas dapat disajikan kepada pembaca. Baik lewat kanal Kompasiana dan akhirnya buku-buku mas @beginu yang diterbitkan di Penerbit Buku Kompas. Saya beruntung berkesempatan bertemu penulis di sebuah acara penulisan di Hukum UGM. Setelah acara kelar saya menyempatkan bertanya soal Pemilu 2014. Satu kesan yang saya dapatkan, sosok mas Inu menginspirasi banyak orang (mahasiswa tentunya, waktu itu) untuk bekerja di bidang jurnalistik. Oya di event itu saya masih ingat mas Inu menceritakan satu peristiwa yang akhirnya ditulis di buku IBBB. Soal sepatu yang dibungkus kresek itu. Buat yang penasaran bisa segera beli bukunya di TB terdekat. Singkat cerita akhirnya tahun 2015 saya meniatkan diri untuk membaca (membeli tentunya)
@istanablablabla. Hal ini sempat urung dilaksanakan karena ada diet buku dan beberapa review teman yang menyoal seputar layout. Satu hal yang pasti setelah membaca buku adalah saya puas dengan buku terbaru mas Inu.


Salah satu kelebihan dari buku ini adalah pembaca dapat meneropong apa saja yang terjadi di masa dua kali pemerintahan Presiden SBY. Mas Inu berhasil memberikan tulisan yang ringan sekaligus berbobot. Keruwetan dunia politik yang membacanya dapat membuat dahi kita berkerut. Lewat tulisan mas Inu dijamain hal tersebut tidak akan terjadi disini. Mas Inu berhasil merangkai tulisan soal politik dengan renyah sehingga dapat dinikmati sambil santai minum teh sore misalnya. Gaya tulisan mas Inu seperti seorang teman yang bercerita kepada sahabatnya. 
Apa saja isi buku ini? buku ini memang lain daripada yang lain. Kedekatannya dengan istana bisa menghadirkan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat. Buku ini salah satunya. Hal-hal remeh yang mungkin tidak terpikirkan dapat menjadi sebuah tulisan yang apik. Siapa yang pernah memikirkan pembuat podium dan orang-orang yang disebut penulis sebagai "staf khusus podium". Ataukah soal maaf septic tank yang meluap bisa dihubung-hubungkan dengan salah seorang calon presiden di Pemilu 2014. Soal the real pilot yang sekarang menjadi Wapres Jokowi. Sentilan yang berada di balik tulisan mampu membuat kita tersenyum sekaligus berpikir ulang mengenai persepsi kita soal pemerintahan SBY. Tidak perlu berlama-lama membaca ulasan ini. Pegang bukunya dan baca dengan segera.



Buku yang bermanfaat ini dapat kita baca untuk sedikit melihat (mengenang) kembali pemerintahan pendahulu Presiden Jokowi. Selain itu direkomendasikan bagi anda yang suka dengan jurnalistik ataupun yang kepo dengan apa saja yang terjadi di istana negara Indonesia. Selamat membaca.


P.S. : Terima kasih sudah mampir dan membaca di h23bc.com. Yuk dukung karyaku dengan bantu share di media sosial kamu, tinggalkan komentar, dan follow @h23bc. Dukungan kamu akan sangat berarti.

Monday, 2 February 2015

Review Buku Ketika Jurnalisme Dibungkam Sastra Harus Bicara

Ketika Jurnalisme Dibungkam Sastra Harus Bicara
Seno Gumira Ajidarma
Yayasan Bentang Budaya (1997)




H23BC ingin mengucapkan selamat atas rilisnya idwriters. Semoga sastra Indonesia kelak bisa mengguncang dunia layaknya seni rupa. Di malam itu orasi "Susastra Kawan Paimo" oleh Seno Gumira sekali lagi menggugah publik tentang apa itu sastra. Penasaran apa isinya? tenang ada transkrip yang bisa kamu baca disini. Kali ini H23BC akan mengulas buku yang menjadi bagian dari Trilogi Insiden "Saksi Mata (kumpulan cerpen), Jazz, Parfum & Insiden (novel), dan Ketika Jurnalisme Dibungkam, Sastra Harus Bicara (kumpulan esai)" yang menjadi turut melambungkan nama Seno Gumira Ajidarma. FYI buku TI sudah dijadikan audio book yang bisa dinikmati lewat aplikasi Digital Archipelago di ponsel pintar. Saya merasa wajib untuk bisa membaca Trilogi Insiden sebagai wujud keinginan menolak lupa atas sejarah kelam (jika tidak ditulis dengan kejam dan tidak berperikemanusiaan) yang terjadi di Tim-tim.

"Ketika jurnalisme dibungkam, sastra harus bicara. Karena bila jurnalisme bicara dengan fakta, sastra bicara dengan kebenaran."

Buku kumpulan esai SGA ini terbagi menjadi dua bagian besar yang saling berkaitan erat. Benang merahnya adalah perjuangan penulis untuk terus berupaya memperjuangkan fakta yang terjadi di Dili dapat terus dikenang dan dapat menjadi pelajaran sehingga tidak terjadi lagi di masa depan. Di bagian awal penulis berbagi kegelisahannya mengenai dunia sastra yang terkepung oleh kepentingan ekonomi. Sastra khususnya cerita pendek yang dimuat di media sekilas hanya sebagai "pengisi" kebutuhan masyarakat Indonesia kala menikmati rehat sejenak sembari minum kopi dan duduk santai di hari minggu.



"Menutupi fakta adalah tindakan politik, menutup kebenaran adalah perbuatan yang paling bodoh yang bisa dilakukan manusia di muka bumi."


Ketika membaca buku ini tulisan penulis yang terasa menggebu-gebu terus bergerak dengan keinginan penulis berbagi apa saja catatan-catatan di balik penulisan cerpen yang sudah dibaca publik saat itu. Hal inilah yang kemudian menjadi jembatan pada "menu utama" esai yang berupa poin-poin penjelasan menyoal apa yang dialami dirinya dan rekan-rekan jurnalis di majalah "Jakarta-Jakarta". The rest is history. Blessing in disguise bagi penulis.


Argumentasi penulis bukan hanya sebatas sebuah upaya membuktikan kebenaran atas ketidakadilan yang terjadi. Lewat buku bersampul putih ini penulis ingin menularkan keberanian yang sama kepada pembaca. Penulis seolah ingin mengajak kita untuk jangan berhenti ketika diperhadapkan dengan sesuatu yang tidak adil itu. Jangan putus asa, jangan menyerah, dan setidaknya berbuat sesuatu (disini SGA mengungkapkan insiden Dili selalu ada di benaknya dan kelak ditulis dalam karya-karyanya yang dinikmati publik)


Buku ini baik untuk dibaca semua kalangan. Direkomendasikan untuk dibaca oleh calon penulis dan anak muda yang memiliki passion di jurnalistik.

Monday, 12 January 2015

Review Buku Sisi Lain Istana 2 J Osdar.



Judul Buku: Sisi Lain Istana 2
Penulis: J. Osdar
Penerbit Buku Kompas (2014)
Rating : 4/5
 
Cover : 4/5
Content: 4/5
Lay out: 3/5.






Sisi lain istana 2 berperan sebagai reminder. Maksud buku ini diterbitkan adalah untuk mengajak pembaca mengingat kembali sejumlah peristiwa penting Indonesia di masa lampau. Tidak sebatas itu, kisah-kisah yang tidak ditangkap oleh media pada umumnya bisa kita nikmati berkat keluwesan pengamatan penulis yang diterjemahkan di rubrik Sisi Lain Istana yang rutin mengisi harian Kompas tiap minggunya.


Tulisan J. Osdar selama 4 tahun terakhir (2010-2014) yang dibukukan ini hingga hampir setengahnya (Presiden & Kunjungannya) memiliki isi yang beragam, menemani pembaca bernostalgia akan jejak langkah para pemimpin terdahulu. Bertepatan dengan tahun Pemilu, di bagian pertama J. Osdar cukup banyak memasukkan tulisan yang membahas soal pemilu. Bukan hanya soal pemanasan di tahun 2012 tentang siapa yang ikut pemilu (diceritakan adanya pertemuan beberapa tokoh dengan ibu Mega) namun juga sikap-sikap dan wejangan Pak SBY soal memaknai dan memasuki pertarungan politik 2014 kepada para calon Presiden.


Membaca buku ini bukan saja (sedikit) banyak menambah informasi yang jarang diketahui masyarakat awam, lewat tulisan Sisi Lain Istana kita seolah diberi pertanyaan kritis tentang hal-hal yang sedang hangat dibicarakan saat itu. Salah satu bagian yang saya sukai adalah tulisan Hal Kecil yang Menarik dari Para Presiden RI (182), disini penulis menceritakan soal Bung Karno bisa meninggalkan acara penting jika salah satu anaknya sakit, Pak Harto yang sangat menikmati berada di wilayah pertanian, Eyang Habibie yang suka bercerita kepada wartawan sebelum berangkat ke Istana Presiden dan sering melantunkan lagu "Widuri" dalam berbagai kesempatan, Gus Dur yang senang berdialog dengan supirnya di dalam mobil, Ibu Mega yang makan kencur jika sedang batuk, Pak SBY yang berbaik hati membagikan buah rambutan kepada para wartawan.

Selain highlight Pemilu 2014, ada juga tulisan seputar hari-hari terakhir Pak Harto yang sayang untuk dilewatkan. (Penulis yang bertugas meliput acara kepresidenan sejak masa Pak Harto hingga SBY turut serta dalam perjalanan luar negeri terakhir Presiden Soeharto ke Mesir, Mei 1998).


Buku ini direkomendasikan untuk dibaca semua kalangan. Ada baiknya juga dibaca oleh orang-orang yang penasaran langkah-langkah politik para elit saat Pemilu 2014. Selain itu buku ini bisa jadi masukan berharga untuk bersiap di Pemilu yang akan datang.







Wednesday, 7 May 2014

Review Buku What the Dog Saw Malcolm Gladwell

Kumpulan artikel terbaik Malcolm Gladwell



Judul buku: What the Dog Saw
Penulis: Malcolm Gladwell
Halaman: 457
Tahun terbit: 2010.
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama.


Buku What the Dog Saw merupakan kumpulan tulisan sang penulis di majalah The New Yorker sejak tahun 1996. Disini sang penulis dengan 19 artikel memberikan banyak hal baru kepada pembaca semisal kisah manis-pahit John Rock sang penemu pil KB, kreasi menakjubkan pionir saus pasta Howard Moskowitz (saus tomat dengan rasa umami), dan masih banyak yang menarik sekaligus memberikan pencerahan.

Malcolm Gladwell


Artikel yang saya senangi dari buku What the Dog Saw adalah esai berjudul "Apa yang Dilihat Anjing", Cesar Millan dan Bahasa-Tubuh Pakar.  Siapa yang tidak kenal dengan Cesar Millan, baru saja pria asal Meksiko ini menggelar show 2 jam di Jakarta untuk berbagi tips dan pengalaman menyenangkan, memelihara dan membina hubungan dengan binatang peliharaan tersayang. Disini penulis menceritakan perjalanan hidup singkat sosok "penakluk anjing" yang terkenal lewat Dog Whisperer di saluran TV National Geo (sekarang di Nat Geo Wild). Jadi bila Anda punya anjing yang nakal dan galak luar biasa, solusi terbaik adalah memanggil Cesar ke rumah. Tidak sampai memakan waktu lama, anjing tersebut akan jinak dan lebih bersahabat. Nah, kembali ke buku ini sang penulis menceritakan dengan panjang lebar bahwa anjing pun dapat melihat gerakan tubuh yang paling kecil dan sulit terdeteksi mata manusia, Cesar dibekali talenta kombinasi sikap dan gerak yang disebut phrasing (frase), anjing-anjing ini menganggap Cesar punya phrasing yang indah. Oleh sebab itu ketika Cesar bercengkrama dan memulai komunikasi dengan anjing klien, timbul sebuah kontak dan saling memahami, ujungnya si anjing sudah jauh lebih rileks, lebih tenang, dan bersahabat. Membaca artikel ini sangat menyenangkan karena kita semua pecinta binatang, apalagi bagi anda pecinta peliharaan anjing. 

Pandangan saya tentang buku ini adalah beberapa topik cukup berat untuk disimak, membosankan entah karena bahasa yang dipakai (terjemahan, red). Namun beberapa artikel di buku ini worth it buat dibaca, salah satunya yang menjadi judul dari buku ini. Apa yang dilihat seekor anjing.

Bagi penggemar tulisan Malcolm Gladwell sayang untuk melewatkan buku yang satu ini.

Monday, 17 March 2014

Review Buku Ranjau Biografi oleh Pepih Nugraha

Paket lengkap penulisan biografi 

 


Tidak salah bila buku-buku yang ditulis oleh Pepih Nugraha selalu menjadi koleksi wajib saya. Buku terbaru yang diterbitkan oleh Bentang Pustaka ini merupakan kelanjutan dari bukunya tentang kilasan menulis sosok di rubrik sosok harian kompas. Sedikit cerita tentang Ranjau Biografi, saat itu saya sudah memasukkan RB ke dalam wishlist. Kebetulan akun Bentang mengadakan lelang buku, saya excited buat mengikutinya. Sayangnya penawaran saya di menit akhir hanya beda Rp.500.- dan akhirnya saya semakin penasaran dengan RB. Ranjau Biografi merupakan paket lengkap buat menulis artikel biografi.

Buku ini mengupas beragam "ranjau" yang dapat menjebak penulis dalam penulisan artikel biografi. Dari awal bab pertama, kang Pepih sudah menyampaikan ranjau berbahaya berupa kebohongan yang berasal dari narasumber. Dengan lugas penulis menyampaikan bahwa tidak hanya berita fiktif dapat dibuat oleh seorang jurnalis, berita yang bagus namun tidak memiliki kebenaran riil pun dapat secara sengaja dilakukan oleh sang pemberi informasi. Dari artikel awal ini, ibarat formula 1 buku ini sudah tancap gas pol ! Selanjutnya kita membaca suguhan menarik dari berbagai ranjau yang seringkali tanpa kita sadari, hal tersebut sungguh amat berbahaya.

Tulisan di buku kedua kali ini terasa lebih mengalir ketimbang buku pertamanya, bahasanya enak untuk dicerna dan tentunya memberikan manfaat luar biasa bagi para jurnalis maupun pribadi yang ingin membuat sebuah artikel biografi. Beberapa hal yang menjadi pembelajaran adalah jangan terlalu dekat dengan politisi. Hal ini dapat menjadi bumerang tersendiri, ketika sosok yang ditulis merupakan kawan dekat atau bahkan teman akrab. Tulisan yang dihasilkan bisa saja terlalu subyektif dan memiliki kecenderungan mengkultuskan (memberikan penghormatan secara berlebihan) sosok pribadi tersebut. Kelebihan buku ini juga kang Pepih tidak pelit berbagi pengalaman sebagai jurnalis yang selalu bersinggungan dengan dunia politik. Bagi saya hal tersebut sungguh menambah wawasan dunia politik di era politik sebelumnya. 

Buku ini layak dibaca untuk semua kalangan, mulai dari calon jurnalis profersional, jurnalis sekolah maupun kampus hingga masyarakat umum yang tertarik dengan penulisan rubrik "Sosok" di harian Kompas.

Friday, 14 March 2014

Review Buku Menulis Sosok oleh Pepih Nugraha

Di balik layar rubrik Sosok Kompas

 

Buku terbaru dalam Seri Jurnalistik KOMPAS ini hadir untuk memberi warna tersendiri buat dunia jurnalistik. Kang Pepih mengajak pembaca untuk masuk lebih jauh dunia penulisan, khususnya artikel sosok yang memiliki nilai berita, dapat menjadi model panutan pembaca. Biasanya seseorang yang diangkat di rubrik ini adalah pribadi yang punya dampak bagi orang lain. Salut untuk HARIAN KOMPAS karena tiap hari kita tidak kekurangan inspirasi. 

Hari Kamis (13/3/14), sosok yang ditulis adalah Bapak Marsam Suma dari NTB dengan judul "Manajemen Malu" dalam Pemberdayaan Masyarakat. Beliau berkarya mengabdi untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat di desa Kuripan Selatan. Tentu kita masih belum menyadari, kebiasaan BAB di WC belum sepenuhnya dilakukan di Indonesia, salah satu contohnya di Desa Bpk Marsam bertugas. "Sebelum tahun 2012, orang enggan ke desa kami karena tak tahan bau kotoran manusia." jelas pak Marsam. Kerja keras dan modal sosial berupa gotong royong dan semangat sebagai penendak (pedagang pengumpul) dari warga desa kini berubah manis, perubahan sosial ekonomi dapat dinikmati masyarakat.

Dari awal artikel penulis berkisah seputar bersusah payah mengejar Sir Timothy Berns-Lee (penemu WWW sehingga saat ini internet dapat dinikmati penduduk dunia) untuk wawancara singkat hingga Raditya Dhika, penulis buku multi talent yang saat ini akrab sebagai juri SUCI Kompas TV menampilkan sebuah kisah dibalik layar yang layak dicermati lebih lanjut. Bagi saya yang lahir pada era 90an dan baru baca koran di era 2000an, sosok yang ditampilkan di buku ini membuat saya dapat berkenalan dengan tokoh-tokoh hebat Indonesia dan internasional di berbagai bidang. inspirasi dari kesuksesan yang dicapai dapat menjadi pembelajaran yang berharga untuk diikuti.

Kelebihan buku ini adalah kita diajak untuk ikut berkelana bersama Kang Pepih dalam memburu sosok yang akan ditulisnya. Kisah dibalik layar wartawan Kompas inilah yang menjadi keunggulan buku ini. Tidak lupa bahwa salah satu nilai penting untuk dapat menulis sosok dengan baik, adalah memiliki passion tentang topik yang akan diangkat. Buku ini layak untuk dibaca semua kalangan. Dari pecinta buku jurnalistik, wartawan yang ingin mengasah kemampuan menulis sosok, hingga pembaca setia harian Kompas yang ingin mengetahui kisah dibalik rubrik Sosok.

Sunday, 27 October 2013

Citizen Journalism "Pandangan, Pemahaman, dan Pengalaman"

Panduan awal mendalami dunia jurnalis warga


Citizen Journalism Pandangan, Pemahaman, dan Pengalaman
Pepih Nugraha
192 hal, Oktober 2012 Penerbit Buku Kompas
978-979-709-669-4

CJ  merupakan buku petunjuk atau panduan bagi anda yang tertarik mendalami seputar jurnalisme warga. Sang penulis, Pepih Nugraha dengan lugas menerangkan kepada kita untuk sama-sama menyelami sisi reportase warga melalui pemahaman kontekstual, maupun pengalamannya lewat tulisan-tulisan pribadi.

Buku pertama yang ditulis Kang Pepih ini menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sering diajukan orang awam dengan ketertarikan pada kegiatan reportase warga. Berkisar dari apa itu Citizen Journalism, bagaimana cara memulainya, bagaiman membedakan berita/peristiwa "penting" & "menarik.


Disini dijelaskan terdapat 11 lapisan dari jurnalisme warga, mulai dari opening up to public comment hingga Wiki journalism: where the readers are editor. Salah satu yang dibahas adalah stand-alone citizen journalism site: unedited version, dimana pengiriman laporan warga tidak memerlukan proses editing dan moderasi sebelum akhirnya ditampilkan di website. Kelebihan cara ini adalah para penulis/reporter warga bisa langsung menayangkan laporannya tanpa perlu menunggu lama laiknya facebook, twitter. namun kekurangannya adalah kualitas dari postingan yang ditayangkan tidak sama. Bisa saja postingan A bagus dan bermanfaat, sedangkan postingan C hanya menulis hal-hal yang remeh dan tidak memiliki manfaat.

Kang Pepih menjelaskan formula menulis yang baik adalah 5W+H+SW. 5W+H adalah pakem klasik jurnalistik, nah di tulisan kita para jurnalis warga harus ada pula unsur So What (lalu apa) yang ditambahkan dengan satu unsur lain yaitu News that We Can Use. Pendeknya artikel kita setelah dibaca oleh orang lain, dapat ditarik manfaatnya. 

"Ini modal paling dasar bagi anda menjadi pewarta warga; keingintahuan yang tinggi dibarengi keraguan yang mendalam pula."
"Bagi orang Indonesia, berita mengenai seorang artis sinetron papan atas meninggal akibat bunuh diri akan lebih bernilai daripada membaca berita mengenai meninggalnya politisi di DPR yang tewas akibat serangan jantung."
Buat kamu yang ingin belajar menjadi reporter warga pun harus mengetahui etika berinternet alias netiket. 5 dari 10 hal netiket yang dijelaskan adalah hormati privasi orang lain, hormati waktu dan bandwidth orang lain, ingatlah orang, ketahuilah dimana kita berada di ruang cyber, dan bagilah ilmu dan keahlian. Poin terakhir ini contohnya adalah fan page dari Nulis Bareng Pepih. Disini Kang Pepih membagi tips buat menulis dan beragam info menarik lainnya soal penulisan.

1 lagi pembahasan menarik di buku ini adalah media sosial sebagai pilar demokrasi. Di bab ini Kang Pepih  menjelaskan panjang lebar tentang ikhwal sosmed menjadi begitu berperan dalam dunia demokrasi beberapa tahun terakhir.
"Lantas mengapa social media pantas disebut sebagai "pilar kelima" demokrasi?"
Buku ini menarik direkomendasikan buat anda yang ingin belajar menjadi seorang pewarta warga, anda yang tertarik dunia jurnalistik namun belum kesampaian menjadi wartawan, This is it! Read it and Use it.

Sunday, 20 October 2013

Review Buku "Detikcom: Legenda Media Online" oleh A Sapto Anggoro.

Kitab Media Daring "Detikcom: Legenda Media Online"





Judul: Detikcom Legenda Media Online

Penulis: A Sapto Anggoro.

200 Halaman

Penerbit: Mocomedia, Yogyakarta.



Buku ini saya dapatkan dari mas Sapto sendiri ketika menghadiri workshop jurnalisme warga yang diadakan oleh AJI. Festival Media 2013 tersebut dihelat di Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjosumantri (PKKH) UGM mengangkat tema independensi jurnalis. Mas Sapto sendiri adalah orang dibalik layar portal berita dalam jaringan (daring), detik.com. Detik menjadi pembuka jalan buat media daring lainnya. Saat ini sepeninggal dari detik, mas Sapto menjabat sebagai COO portal berita merdeka.com.

Benar seperti yang dibilang penulisnya, buku ini merupakan kitab buat bikin media online saat ini. Dalam artian, untuk membuat startup media daring, kita bisa belajar dari pengalaman & nilai yang ditulis disini. Terdapat rentetan pengalaman dan cerita yang menarik buat pembaca menyelami sepak terjang detik.com.


Namun seiring perkembangan teknologi dan kebutuhan pembaca media, ke depannya startup media belum tentu bisa berpaku pada apa yang dibagikan dalam buku ini. Dalam jangka panjang media online akan terus bermetamorfosis sembari tetap mengenali selera (kepuasan) konsumen berita. Beberapa hal menarik dalam buku ini:

#1. A-Z gaya detik.com diulas disini.
#2. Perjalanan awal detik.com hingga bisa sampai berbicara di belantika pers indonesia dibahas dengan cukup rinci.
#3. Detik itu cepat, nggak asal jeplak.
#4. Ada cerita dibalik layar "Detik" menjadi trendsetter breaking news di indonesia.
#5. Cocok buat kamu yang ingin ngerti dunia pers daring, calon wartawan, dan pengamat pers. Ini buku yang harus kamu baca.