Dari Raditya Dika hingga Jurnalis Kompas.
Sudah
 tiba waktunya untuk menghadirkan 10 buku yang saya anggap menarik &
 terbaik sepanjang 2015. Sedikit cerita, di tahun ini saya begitu 
bersemangat untuk membeli buku dan terus memikirkan buku apa 
lagi yang harus dibaca. Untuk 
merayakannya, ijinkan saya untuk bercerita 10 buku tersebut untuk Anda.
1. Koala Komal.


Di pembuka tahun 2015, industri buku digemparkan dengan hype rilis buku terbaru Raditya Dika. Fenomena ini semakin viral
 saat dirinya turut “promosi” Koala Kumal di “Mata Najwa” bersama Ahok 
& Syahrini. Koala Kumal, sejujurnya isinya lucu sekaligus 
menghanyutkan. Review buku ini sendiri mendapat tanggapan positif dari Radit. Hasilnya membuahkan page view yang lumayan di h23bc.com.
 
 
Ada cerita lucu sehabis menulis review KK.
Setelah
 menamatkannya dalam beberapa hari. Saya dengan cepat menulis reviewnya.
 Dengan maksud mencoba mengirimkannya ke media cetak. Yang saya tuju 
pertama adalah Jawa Pos. Dan inilah kesalahannya. Meski hampir tiap 
minggu mengikuti Jawa Pos Minggu. Saya tidak teliti mengamati selera 
penjaga rubrik milik koran kesayangan warga Surabaya itu. Singkat 
cerita, saya kirim lagi ke Koran Jakarta. Setiap hari menampilkan ulasan
 buku, akan lebih besar kemungkinan untuk bisa dimuat.
Singkat
 cerita artikel saya berhasil dimuat Kojak. Namun dengan nama penulis 
yang berbeda. Seorang mahasiswa UNY, ingat saya. Jujur saja, ada sedikit
 kecewa waktu itu. Ada banyak orang yang mengirim resensi yang sama, 
balas redaktur Kojak saat saya minta penjelasan soal “ketidaknyamanan” 
tersebut.
FYI, review KK akhirnya saya alih bahasakan dengan bantuan mbak Selvi.
Ada yang berbaik hati ingin membantu saya menerjemahkan artikel Blog Buku Haremi ke bahasa Inggris? sila mention di @h23bc
2. Seekor Burung Kecil Biru di Naha: Konflik, Tragedi, Rekonsiliasi

Buku
 apik tulisan Linda Christanty ini menarik karena ditulis dengan pakem 
jurnalisme sastrawi. Sesuatu yang baru saya “minati” tahun ini. Dan di 
akhir tahun ini buku-buku jurnalistik menjadi sebuah pengalaman menarik.
 Saya membaca Menjejal Jakarta, Orde Media, Mengantar dari Luar punya 
Puthut EA, dan “A9ama” Saya adalah Jurnalisme milik Andreas Harsono.
3. Matinya Burung-burung: Kumpulan Cerita Sangat Pendek Amerika Latin

2015
 menjadi bukti bacaan sastra mulai makin diminati pembaca. Salah satunya
 lewat kehadiran buku-buku kumpulan cerita pendek. Adalah sebuah 
kewajiban untuk menaruh hasil terjemahan Ronny Agustinus di daftar 10 
buku pilihan 2015. Tidak perlu waktu yang banyak untuk menikmati 
kisah-kisah menarik di dalamnya. Saya berharap di tahun depan semakin 
banyak kumcer semacam ini akan diterbitkan oleh penerbit lokal.
Simak juga 5 Buku Fiksi Terbaik 2015 versi Haremi Book Corner disini.

Buku
 ini berhasil membuat saya terpukau oleh kehebatan seorang kolumnis. 
Lewat permainan kata dan pengamatan beliau yang luar biasa, kehidupan 
jaman doeloe berhasil merasuk pikiran saya. Kumpulan esai Myra Sidharta 
ini wajib hadir dalam reading list Anda.
Membaca Seribu Senyum dan Setetes Air Mata merupakan pembacaan yang mengibur sekaligus menyenangkan. Bukan saja karena esai yang informatif, berbobot, tulisannya punya sebuah ciri khas tertentu yang tidak mudah disamai esais lainnya. Buku yang akan memperkaya khasanah berpikir bangsa ini. Ketika membacanya kita seakan seorang cucu yang duduk dengan cookies dan cangkir teh di tangan, perlahan mendengar pengalaman dan cerita dari sang nenek.

Buku
 hasil curahan pikiran Stanley Harsha ini menarik. Saya penasaran dengan
 pemikiran beliau soal Indonesia. Setelah membaca buku ini kelak saya 
memburu buku-buku bertemakan Indonesia yang ditulis oleh orang luar. 
Misalnya, Indonesia ETC.
Di
 luar dugaan, saya juga mendapati sedikit keanehan. Literatur yang 
membahas Indonesia, banyak ditulis oleh orang asing. Maksud saya, sejak 
beberapa waktu lampau ketika ada yang ingin mengetahui analisis tentang 
keadaan Indonesia, sejarah Indonesia misalkan. Kita akan condong mencari
 referensi dari buku-buku yang dibuat orang asing. Mungkin saja karena 
sensor dan alasan-alasan lainnya yang (saya tidak tahu) membuat hal ini 
terjadi. Hal serupa saya jumpai di dunia penelitian sains kita. 
Selayaknya banyak penemuan spesies baru yang lebih banyak ditemukan dan 
diidentifikasi oleh peneliti luar. Kemudian dijadikan jurnal ilmiah yang
 diakses kaum akademis Indonesia. Figur peneliti seperti Cahyo Rahmadi 
tidak banyak kita dengar.
6. Sihir Rumah Ibu: Menyidik Sosial Politik dengan Kacamata Budaya

Kumpulan
 esai yang tidak kalah menarik milik Agus Dermawan. Budayawan sekaligus 
penulis pidato kawakan lewat kumpulan esainya berusaha menggugah pembaca
 lewat caranya menyajikan pengamatan, penilaian, dan kritik yang 
“lembut”.
Buku ini 
meskipun berbicara banyak hal seputar politik, lewat esainya yang ringan
 dan bersahaja penulis justru menitikberatkan “Sihir Rumah Ibu” pada 
sebuah gagasan (lebih tepatnya sebuah pesan) sederhana. Budaya yang 
mulai makin terpinggirkan di Indonesia. Bacaan yang menggelitik 
sekaligus mencerahkan kita.
Sihir Rumah Ibu akhirnya yang membuat saya mencoba membaca buku-buku sejenis yang ditulis oleh Radhar Panca Dahana dan Cak Nun.
7. Indiepreneur.
Dikemas
 secara menarik oleh Pandji Pragiwaksono. Bacaan yang mengupas banyak 
hal soal pengalaman Pandji dalam berkarya. Penekanan yang ingin 
ditampilkan pada sisi kreatif seorang pekarya dalam memasarkan hasil 
karyanya. Semoga makin banyak insan kreatif lainnya yang berbagi 
pengalamannya lewat sebuah buku. 
8. Sudut Mati

Novel
 thriller apik garapan Ade Tsugaeda membuat genre ini menunjukkan 
harapan besar di industri buku Indonesia. Buku thriller & misteri 
lokal belum banyak mendominasi rak buku kita. Tahun ini beberapa penulis
 mencoba peruntungannya di pasar. Beberapa judul yang mengesankan ada 
Misteri Patung Garam dan Tiga Sandera Terakhir.
Disesaki dengan beragam genre yang laris di pasaran, karya kedua Tsugaeda memberi alternatif bacaan yang menyenangkan.
9. Dari Gestapu ke Reformasi: Serangkaian Kesaksian

“Pengalaman
 yang mengesankan”. Itulah yang keluar dari mulut saya sehabis membaca 
buku yang satu ini. Sebenarnya tulisan Salim Said ini sudah saya beli di
 Jogja 2013 kemarin, belum sempat saya baca dan sudah diberikan ke 
orang. Setelah membaca buku terbaru beliau, saya memutuskan untuk tidak 
melewatkan buku pertama yang mengupas kronik gestapu hingga aral 
reformasi.
Ditulis dengan 
mengalir, selayaknya seorang wartawan yang bercerita pengalaman 
pribadinya tentang kejadian-kejadian bersejarah di Indonesia. Ditambah 
pula dengan analisa beliau sebagai orang yang dekat dengan dunia 
militer. Buku ini setidaknya berhasil memberikan pemahaman apa yang 
terjadi di masa lalu. Sesuatu yang sengaja tidak dibuka lebar dan 
diajarkan di bangku sekolah.
10. 50 Tahun Kompas Memberi Makna.

Buku
 terbaik untuk tahun ini. 50 Tahun Kompas Memberi Makna saya baca dalam 
berbagai kesempatan. Lewat catatan Kompas ini setidaknya saya bisa catching up apa saja yang menjadi big story di dalam maupun luar negeri.
Satu
 hal yang membuat buku punggung keras yang dicetak dengan kertas lux ini
 istimewa adalah kehadirannya sebagai penjaga sejarah yang diemban 
dengan baik oleh Harian Kompas. Lewat cuplikan halaman depan terpilih 
selama kurun waktu 1965–2014, kita dapat mengamati “peristiwa besar” dan
 mendapat ulasan menarik dari tulisan para jurnalis Kompas.
Saya
 pribadi sedikit banyak mendapat pengalaman baru saat membaca rangkaian 
tulisan ini. Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada media lain, 
langkah Kompas dalam menerbitkan semacam “ensiklopedia mini” layak 
diacungi jempol.

 
 
 
 
 
Kebanyakan buku berat yak. Dan kebanyakan judulnya tidak saya ketahui :))
ReplyDeleteHalo mas Juni, nggak kok.
DeleteYang paling berat imo, itu buku terakhir :D
Wah bacaan Haremi bervariasi sekali :D
ReplyDeleteSaya paling pengin baca Seekor Burung Kecil Biru di Naha..
Hi Frida, thanks udah berkunjung.
DeleteYa, wajib dibaca bukunya. Any way, buku itu tipis aja kok.