Saturday, 27 May 2017

Jatuh Bangun Perjalanan Nike. Cerita Sang Juara. Review Buku "Shoe Dog" oleh Phil Knight.


2017



3 hari sebelum ulang tahunku yang ke 26, sepertinya ini adalah hadiah yang cukup wah. Di samping anugerah yang telah Tuhan berikan dalam hidupku, nafas kehidupan, dan hari demi hari yang Dia tambahkan. Gratitude. Aku membaca memoar seorang pendiri Nike, brand kenamaan, sport apparel paling keren sedunia. Bukunya kubeli beberapa bulan lalu.

Malam ini sesaat menuntaskan “Shoe Dog”, saya akan serius mengakui, memoar ini sedikit banyak memberi nasehat dan pengalaman tak terkira, dan tampaknya akan punya dampak dalam perjalanan saya kedepan.

Beberapa biografi lain yang juga memberi dampak ke dalam hidup saya adalah biografi Tahir, pemilik Mayapada. Di salah satu tulisan, dia mengingatkan kalau mau pegang usaha, harus all out. Do 120% begitu istilahnya. Sejujurnya. Hingga saat ini, saya masih kepayahan mengatur waktu. Akibatnya. Bangun telat. Jam kerja pun sudah agak siang. Saya sadar tidak memberi teladan yang baik. Bukan mau mencari excuse. Sejak kuliah, saya agak susah bangun pagi. Beberapa kali, hampir setiap semester bahkan ada kuliah pagi. Hingga akhir kuliah, semuanya jam 7-8.

***

Anyway, Phil Knight, dalam lembaran terakhirnya menegaskan, mengingatkan, jangan settle dengan kerjaanmu, profesi, bahkan karirmu. Cari apa yang jadi panggilanmu. “Seek a calling. Even if you don’t know what that means, seek it. If you’re following your calling, fatigue will be easier to bear, the disappointments will be fuel, the highs will be like nothing you’ve ever felt.”.

Pernyataan lainnya yang tak kalah menembus hati saya adalah apa yang akan co-founder Nike katakan pada laki-laki dan perempuan di usia 20 something, “I’d tell them to hit pause, think long and hard about how they want to spend their time, and with whom they want to spend it for forty years."

It’s really hit me, obviously.

Long story short, perjalanan panjang Phil Knight sang Shoe Dog ini memberikan pengalaman yang tak terkira. Pantas saja, Gates merekomendasikan buku ini dalam blog miliknya. Saya pun merekomendasikan Anda untuk memilikinya.

***

Beberapa insight, pelajaran, yang saya dapatkan dari Shoe Dog adalah bisnis yang bukan sekadar bisnis. We all want that money yes. But it's more than to make billion rupiah over years. Nadiem Makarim, dalam sebuah artikel di “Bisnis Indonesia” minggu ini nampaknya juga memiliki filosofi yang sama. Di artikel itu disebutkan, jalan yang diambil Nadiem ini beda dari kebanyakan orang. Kalau mau kaya, cepat, dan relatif mudah. Tinggal jual beli tanah. And then bisa dapat uang banyak. Itu yang dia bilang. Tapi seperti yang sedang ia lakukan. Berapa banyak orang yang terbantu, berapa jumlah pekerjaan dan multiplier effect dari perusahaan ini.

Hal kedua, jika kamu menjadi orangtua. Luangkan waktumu untuk sang anak. Matthew Knight, sang sulung, berakhir dramatis. Saya pikir, hingga hari terakhirnya, dia masih punya pilihan untuk “reunite” with his family, his father. Mengampuni bapaknya karena kurang waktu semasa dia kecil. Tidak seperti Travis, sang adik, yang lebih nurut, tipikal anak baik dalam keluarga. Knight, 79 tahun, mengaku kesulitan mencari keseimbangan antara keluarga dan pekerjaan. Travis sekarang punya perusahaan animasi, salah satu film terakhir, "Kubo and the Two Strings", iya film yang masuk nominasi Oscar itu.

Poin lainnya, mungkin seperti kata banyak motivator, mudah diucapkan tapi sangat berat saat melakukannya adalah “jangan menyerah”.

Tentunya di tanggal 30 besok, saya tidak mau momen ini menjadi momen “ulang” tahun, nggak tahu bagaimana, tapi hal yang pasti saya ketahui adalah jalan kedepan harus dilalui. Tidak menyerah dengan situasi, belajar, dan mengejar things I need to read.

***

5 bulan lalu, di blog pribadinya, Bill Gates menulis buku terbaik di 2016, salah satunya termasuk Shoe Dog, “This memoir, by the co-founder of Nike, is a refreshingly honest reminder of what the path to business success really looks like: messy, precarious, and riddled with mistakes. I’ve met Knight a few times over the years. He’s super nice, but he’s also quiet and difficult to get to know. Here Knight opens up in a way few CEOs are willing to do. I don’t think Knight sets out to teach the reader anything. Instead, he accomplishes something better. He tells his story as honestly as he can. It’s an amazing tale.”

Rangkuman atau boleh dibilang versi lengkap dari review buku ini digambarkan dengan baik oleh Bill Gates, tulisan tersebut bisa dibaca disini

Wednesday, 17 May 2017

(Opini) Mereka yang Layak diberi Ucapan Selamat Hari Buku Nasional 2017




Selamat hari buku yang pertama, saya akan ucapkan kepada para pembaca buku di Indonesia, kita semua yang menggerakkan industri ini sehingga sampai sejauh ini para penerbit dan pelaku lainnya bergulir dengan lancar. Tidak ada yang terlalu mahal untuk mendapat buku idaman. Untuk buku yang masih tertimbun, mungkin saatnya menyortir, dan mengiklaskannya untuk bertualang di rumah baru.



Memberi ucapan selamat yang kedua, kepada para penerjemah, editor, semua pihak yang mengakuisisi naskah buku asing, kalian semua sungguh berjasa mengenalkan bacaan luar kepada kami. Mungkin masih banyak buku bagus di sana, yang belum mampu kami beli, tapi dengan menunggu relatif cepat, kami tidak ketinggalan buku-buku menarik yang sebelumnya ditata menarik di tokobuku impor.



Selamat Hari Buku Nasional, yang ketiga untuk para penerbit independen, di manapun Anda berada, terima kasih karena sudah mengenalkan bacaan-bacaan di luar kebanyakan koleksi penerbit arus utama. Isi yang menggugah, menghadirkan informasi baru, bahkan begitu militan menyajikan bacaan yang beda bagi para pembaca.



Tampaknya cukup sekian, namun kalau boleh saya pribadi menambahkan. Ucapan selamat akan saya sematkan kepada para pengirim buku, pekerja di jasa logistik, yang berjasa mengantarkan sekantong kebahagiaan, kepada para pembaca di pelosok daerah. Mereka yang harap-harap cemas menunggu kedatangan buku baru miliknya.



Salam buku itu seru!







Monday, 8 May 2017

Menyoal Gerakan Literasi (tapi) tanpa Campur Tangan Negara



Di kolom rutin miliknya, AS Laksana mencoba memilah bagian penting dalam gerakan literasi yang mulai bergaung di bumi nusantara. Selepas Pak Jokowi bertemu dengan para pegiat di Hari Pendidikan Nasional, memberi janji bebas ongkir untuk pengiriman ke daerah pelosok. Pertama harus kita pahami bersama "Gerakan Literasi tanpa Campur Tangan Negara" ini adalah opini dari sosok penulis, seorang ayah, dan kolumnis yang mencoba menangkap ruh perkembangan masyarakat.



Menarik untuk kita perhatikan. Di bagian awal, mas Sulak, bilang ketika si anak mulai suka membaca. Apakah kita akan sanggup melihat perkembangan si anak dari waktu ke waktu. Which is not looking good based on parents perspective, kalau kesannya si anak cuma baca aja, "bermalas-malas", kayak kurang inisiatif membantu orang tua, misalnya. Kalau dipikir iya juga ya. Dipanggil nggak nyahut-nyahut. Eh, si Bintang lagi senyam-senyum, lagi asyik baca buku bergambar.



Kedua, ketika gerakan literasi sudah mulai berdampak luas. Pertanyaan yang lahir selanjutnya adalah buku-buku apa aja sih yang harus dibaca? Semua jenis buku pastinya. Tapi bagi generasi langgas Indonesia. Ada hal yang jauh menarik dari sisi mereka. Apa saja buku-buku kekinian yang isinya bagus dan menarik. Menarik dari segi konten dan relevansinya bagi si pelajar. Apa anak SMP masih tertarik diberi tugas meresensi "Siti Nurbaya, Layar Terkembang". Nice. Kalau Anda mulai paham.


Tentang Koleksi buku

Koleksi buku-buku di perpustakaan memang telah diisi dengan buku-buku pilihan. Dari deretan buku bacaan fiksi dan nonfiksi tersebut, semuanya berisikan informasi dan pengetahuan yang bermanfaat. Namun akan lebih baik kalau deretan buku tersebut juga diperbaharui dengan buku-buku baru. Generasi langgas ini tahu kok penulis-penulis keren kayak Dee Lestari, Andrea Hirata, dll, mereka setiap hari main sosmed, namun ketika mencari karya mereka di perpus sekolahnya, tidak jarang banyak yang kecewa. Koleksinya itu lagi. Itu lagi.



Terus apa yang bisa dilakukan? Kebetulan di dekat rumah saya, ada sebuah sekolahan. SMA Kristen YPKPM, namanya. Perpus mereka already good. Tapi kebutuhan koleksi buku mereka masih sangat besar. Di bulan ini, saya membuat sebuah penggalangan dana, "Birthday Fundraising" gitu. Di sana kita patungan untuk memberikan sumbangsih ke perpus sekolah. Mungkin saja dananya akan digunakan buat menambah buku. Melengkapi sumber pembelajaran multimedia.



Kampanye ini bisa dilihat di sini: https://kitabisa.com/ultahsteven26



Bagi kamu yang tergerak, boleh banget ikut donasi. Selain itu juga kamu bisa sebarkan kampanye ini di jejaring sosial, FB, Twitter, Instagram, I really appreciate that.



Artikel asli AS Laksana bisa dibaca di sini: http://digital.jawapos.com/shared.php?type=imap&date=20170507&name=H6-A233517

Ambon, 8 Mei 2017

Thursday, 4 May 2017

Cerita Birthday Fundraising Pertama: Donasi Perpus SMA.



Di bulan ini saya akan berulangtahun, dan saya pikir ada baiknya berbuat sesuatu yang beda.

Ada 1 penggalangan dana yang saya buat di Kitabisa.com.

Semula saya pikir, ide ini apa iya, saya bisa. Namun malam itu keinginan tersebut makin besar setelah baca sosok Timmy, pendiri kitabisa.com di buku “Disruption” karya terbaru Prof Rhenald Kasali. Nothing to lose. Saya segera membuat laman kampanye dan menulis cerita di balik birthday fundraising ini. Ini bukan tentang saya. Ini adalah kesempatan ambil bagian dalam pembangunan pendidikan lokal.

Di dekat rumah. Ada SMA dengan perpus yang sudah establish namun koleksinya masih jauh dari optimal. SMA Kristen YPKPM Ambon namanya. Sekolahnya bisa teman-teman lihat di sini: http://www.smakrisambon.sch.id

Selasa (2/5/17), Pak Jokowi memberikan kabar baik bagi pegiat literasi di daerah. Memang selain harga buku yang naik terus, biaya logistik adalah salah satu alasan tidak banyak orang bisa mengakses buku bermutu. Biaya ongkos kirim akan digratiskan untuk pengiriman ke pelosok. Beliau sadar bahwa butuh regulasi-regulasi yang merangsang minat baca masyarakat.


Tak terkecuali di Ambon, praktis hanya dua toko buku yang menyuplai asupan bacaan bagi masyarakat. Perpus yang dikelola SMA YPKPM pun mulai memantapkan layanan sirkulasi lewat sistem yang lebih baik.

Ada perpus yang ok. Apa yang kita bisa bantu buat meningkatkan minat baca pelajar di sekolah ini? Nggak muluk-muluk, kawan. Tapi ada langkah sederhana.

Membangun minat baca dengan sedikit demi sedikit memberi akses buku kepada mereka. Buku fiksi atau nonfiksi nggak masalah.

Trus. Apa yang bisa kita bantu? 

Pertama, dengan patungan bersama di platform kitabisa, pihak perpus bisa membeli koleksi buku yang jauh lebih beragam. Plus kelengkapan perpus lainnya seperti materi multimedia dan penunjang belajar.

Kedua, bantu share di jejaring sosial dan ajak teman kamu yang lain dukung kampanye ini. Dua hal ini akan sangat berarti.

Menutup tulisan ini, saya akan mengajak Anda untuk melihat sejenak kampanye tersebut di sini: Ayo Ikut Bersyukur di Ultah ke 26 Steven!