Skip to main content

(Book Shop Travel) Penang.

Seperti yang saya ceritakan di artikel sebelumnya, salah satu bucket list saya ke Penang untuk melihat tokobuku. Melengkapi wishlist dan membawa pulang buku baru. Kedua niatan itu memantapkan saya untuk pergi ke Penang. Sekalian checkup kesehatan.

Inilah beberapa tempat yang saya kunjungi. Semoga bisa menjadi referensi tujuan ketika kamu jalan-jalan ke Penang.


Di Gurney Mall ada MPH.

Saya mampir ke MPH di hari pertama tiba di Penang. Setelah mengisi perut dengan mi pangsit. Kami keliling Gurney Mall.

Sebelahan dengan outlet Digi. Setelah kamu beli paket data disana. Kamu bisa melihat koleksi buku MPH. Bagi saya pribadi. koleksi bukunya lumayan, buku-buku rilisan terbaru bisa kamu dapatkan disini. Space toko buku ini terbilang besar di Penang.



20170707_151609
Saya membeli buku “Quiet Leadership” milik Carlo Ancelotti. Lumayan, terhapus satu judul dari wishlist saya.
Seksi Fiction & Literature ada dua tiga rak lebih, tapi buku sastranya terbilang dikit. Sehari sebelum pulang, saya menyempatkan mampir lagi. Cuman saya sudah tidak terlalu mood mengeksplor rak MPH.
20170707_151450

***
Di dekat Gurney Mall, bersebelahan dengan sebuah hotel, cukup jalan kaki beberapa ratus meter ke Gurney Paragon Mall. Nah di lantai 5 mall dengan arsitektur klasik ini ada tokobuku “Times“. Koleksinya terbilang lumayan, tapi spacenya kecil.

Di Times saya melihat dua buku menarik, antara Panama Papers dan The View from The Cheap Seats. Akhirnya saya memilih Panama Papers.

Yang menarik di Times adalah kamu akan melihat kutipan-kutipan menarik dari para pengarang dunia ditaruh di bagian atas toko.
***
Agak ke arah timur, tepatnya di Queensbay Mall, kamu bisa mampir ke Borders.

20170706_205036
Koleksinya lumayan, rilisan update kayak dua tokobuku sebelumnya. Cuman space Borders relatif kecil. Setelah asyik lihat-lihat buku, kamu bisa santai ngopi di Starbucks.

Di sini saya membeli The Rules of Life. Richard Templar. Wishlist sewaktu lihat buku ini dibaca sama Bong Chandra.

***

Terakhir, bertepatan di tanggal 7 Juli kemarin, hari libur Situs Warisan Dunia UNESCO, membuat kota Penang lebih sepi ketimbang biasanya.

Sembari jalan-jalan ingin mencari oleh-oleh, saya dan keluarga pergi ke Chowrasta Market. Dari sana sembari keliling melihat George Town yang kanan kiri penuh bangunan kolonial, sampai juga di Jl Masjid Kapitan Keling.

Letaknya di dekat plang informasi Situs Warisan Dunia UNESCO, dan berjarak beberapa lemparan batu dari bangku duduk dari aspal. Tersembunyi kedai buku mungil yang kerap disambangi pejalan, nama tokonya Gerak Budaya.

20170707_113329
Siang yang cukup terik itu, akhirnya menampakkan hasil, saya berhasil mampir ke tujuan utama saya di Penang. Ibarat memasuki dunia ajaib, denting bel yang terdengar, menandakan saya resmi menginjakkan kaki di Gerak Budaya.

Waktu itu tak ada siapapun disana. Seorang auntie duduk di kasirnya tampak menunggu pengunjung. Saat saya masuk, dia hanya meminta adik saya untuk menutup kembali pintu. Pintanya dengan nada yang ramah.

Koleksi bukunya boleh dibilang lengkap. Satu ruangan penuh harta karun. Saya diburu waktu seperti biasanya. Sehingga tidak sempat menelusuri satu demi satu buku di Gerak Budaya.

Keungggulan GB dibanding tokobuku lainnya adalah disini koleksi sastranya jempolan.
Selain itu koleksinya dijamin bagus, karena dikurasi oleh sang pemilik.

Tokobuku dengan moto “We are passionate about the books that matter” ini rasanya lebih asyik ketimbang tokobuku lain. Di sana rasanya agak segan menanyakan judul buku yang kita inginkan. Meski buku Juan Pablo Villalobos tidak saya temukan di Gerak Budaya, saya cukup senang bisa mampir sebentar.

Orang-orang Indonesia kerap mampir di sini kata Auntie. Kamu bisa melihat novel-novel milik Pramoedya, Eka Kurniawan, dan sederet novelis lokal di sisi paling kanan. Rak fiksi dan literatur yang berada di sisi kiri kedai.

Sembari membuka obrolan, dia menanyakan dari mana asalku. Ternyata Auntie mengira saya berasal dari Filipina. Secepat kilat, ku jawab dari Indonesia.

Setelah tahu dia langsung menunjuk salah satu bookmark bergambar Pramoedya. percakapan singkat berlanjut. Saya mencoba kepo kapan Gerak Budaya buka di Indonesia. Sayangnya rencana GB membuka toko di Jogja, belum ada kepastian.

Tampaknya belum ada solusi soal sewa tempat. Pihak penyedia tempat ingin sewa tempat jangka panjang sekaligus. Itu yang saya tangkap dari percakapan singkat siang itu.

Sebagai kenang-kenangan saya telah mampir, sebuah buku Jhumpa Lahiri “Interpreter of Maladies” saya ambil. Harganya nggak jauh beda dengan MPH, Borders, Times, pokoknya. Bonus bookmark gratis juga. Tanpa ragu saya memilih bookmark Jhumpa Lahiri dan Pamuk. Kan cuman beli satu. Kalau dua, tiga, kayaknya boleh ambil semua satu
 .
Sebelum mampir saya mencari info Gerak Budaya di sini.
Oiya, Gerak Budaya juga dinobatkan sebagai tokobuku terbaik di Penang. Jadi bila kamu berkesempatan main ke Penang, jangan kelewatan untuk berkunjung ke tempat ini.

Comments

Popular posts from this blog

Review Buku Halaman Terakhir oleh Yudhi Herwibowo.

Halaman Terakhir Yudhi Herwibowo Noura Books, 2015. "Orde Baru, suatu masa … Hoegeng sedang diuji. Dua kasus besar mencuat, mencuri perhatiannya yang kala itu menjabat sebagai Kapolri. Dua kasus yang membuatnya terbentur tembok raksasa dan menguji integritasnya sebagai seorang polisi. Kasus pertama adalah Sum Kuning. Kasus pemerkosaan yang menggegegerkan Kota Yogyakarta. Meski telah menggali amat dalam, selalu ada batu yang mengganjal usahanya menemukan pelaku. Berbagai gangguan mengalihkan penyidikan dari bukti dan fakta. Kasus kedua adalah penyelundupan mobil mewah. Keterlibatan seorang putra pejabat tinggi di tanah air membuat kasus ini sulit menyentuh dasar masalahnya. Seolah para pelaku telah mengantisipasi langkah Hoegeng dan anak buahnya, semakin dalam penyelidikan, semakin bukti itu menghilang. Kasus-kasus itu terus membayangi Hoegeng, membebani nuraninya. Mampukah Hoegeng, sang polisi jujur, menutup mata dan meninggalkan sesuatu ya

Review Buku Alex Ferguson, Autobiografi Saya

Refleksi kehidupan manager terbaik di ranah Inggris Judul Buku: Alex Ferguson, Autobiografi Saya Penulis: Sir Alex Ferguson. Alih Bahasa: Zia Anshor Cetakan pertama Gramedia Pustaka Utama Sir Alex 26 Years Made Possible Buku ini sungguh luar biasa, mengapa? GPU berhasil menangkap momentum dengan menerbitkan edisi terjemahan buku ini. Sekedar informasi buku asli berbanderol 450 ribu. Selain itu penerbit sekali lagi menghadirkan buku yang berkualitas bagi pembaca Indonesia. Buku ini memperkaya buku olahraga yang jarang beredar. Buku Alex Ferguson, Autobiografi Saya merupakan refleksi kehidupan manager terbaik di ranah Inggris. Membaca buku ini seperti menonton dan merasakan secara langsung perjalanan hidup sang manager. Buku hardcover ini dibuka dengan gambar apresiasi fan MU atas kebersamaan Sir Alex Ferguson selama 26 tahun di klub tersebut. Seperti menjelajahi perjalanan waktu, di lembaran awal terdapat foto SAF pada awal masa manajerial, dan di lembaran akh

The Ancient Chinese Wisdom oleh Andri Wang

Nilai-nilai kebudayaan Tionghoa untuk kehidupan modern Judul Buku : The Ancient Chinese Wisdom  Penulis : Andry Wang Halaman: 240. Penerbit: Gramedia Pustaka Utama Buku best seller yang ditulis oleh Andri Wang saya beli di Gramedia Amplaz Yogya. Saat itu buku ini berdampingan dengan beberapa buku sejenis di rak pengembangan diri. Ternyata saya tidak salah memilih untuk mebaca buku ini. Saya sangat tertarik karena ingin mengetahui nilai-nilai apa saja yang bisa diambil dari budaya tionghoa. Hal ini bisa saya berikan di kemudian hari kepada orang lain tentunya. Penulis menerangkan kebijaksanaan yang berasal dari kebudayaan China yang masih sangat relevan untuk kehidupan modern. Penulis dengan baik menelaah bagian-bagian kehidupan yang dihadapi manusia modern dengan sudut pandang kebudayaan dalam hal ini, kebijaksanaan China. Di hampir setiap artikel penulis mengupas mengenai sejarah dengan simpel sehingga dapat dicerna oleh pembaca, penulis juga mengutip peribahasa