Seperti yang saya ceritakan di
artikel sebelumnya,
salah satu bucket list saya ke Penang untuk melihat tokobuku.
Melengkapi wishlist dan membawa pulang buku baru. Kedua niatan itu
memantapkan saya untuk pergi ke Penang. Sekalian checkup kesehatan.
Inilah beberapa tempat yang saya kunjungi. Semoga bisa menjadi referensi tujuan ketika kamu jalan-jalan ke Penang.
Di Gurney Mall ada
MPH.
Saya mampir ke MPH di hari pertama tiba di Penang. Setelah mengisi perut dengan mi pangsit. Kami keliling Gurney Mall.
Sebelahan dengan outlet Digi. Setelah kamu beli paket data disana.
Kamu bisa melihat koleksi buku MPH. Bagi saya pribadi. koleksi bukunya
lumayan, buku-buku rilisan terbaru bisa kamu dapatkan disini. Space toko
buku ini terbilang besar di Penang.
Saya membeli buku “Quiet Leadership” milik Carlo Ancelotti. Lumayan, terhapus satu judul dari wishlist saya.
Seksi Fiction & Literature ada dua tiga rak lebih, tapi buku
sastranya terbilang dikit. Sehari sebelum pulang, saya menyempatkan
mampir lagi. Cuman saya sudah tidak terlalu mood mengeksplor rak MPH.
***
Di dekat Gurney Mall, bersebelahan dengan sebuah hotel, cukup jalan
kaki beberapa ratus meter ke Gurney Paragon Mall. Nah di lantai 5 mall
dengan arsitektur klasik ini ada tokobuku “
Times“. Koleksinya terbilang lumayan, tapi spacenya kecil.
Di Times saya melihat dua buku menarik, antara Panama Papers dan The
View from The Cheap Seats. Akhirnya saya memilih Panama Papers.
Yang menarik di Times adalah kamu akan melihat kutipan-kutipan menarik dari para pengarang dunia ditaruh di bagian atas toko.
***
Agak ke arah timur, tepatnya di Queensbay Mall, kamu bisa mampir ke
Borders.
Koleksinya lumayan, rilisan update kayak dua tokobuku sebelumnya.
Cuman space Borders relatif kecil. Setelah asyik lihat-lihat buku, kamu
bisa santai ngopi di Starbucks.
Di sini saya membeli The Rules of Life. Richard Templar. Wishlist sewaktu lihat buku ini dibaca sama Bong Chandra.
***
Terakhir, bertepatan di tanggal 7 Juli kemarin, hari libur Situs
Warisan Dunia UNESCO, membuat kota Penang lebih sepi ketimbang biasanya.
Sembari jalan-jalan ingin mencari oleh-oleh, saya dan keluarga pergi
ke Chowrasta Market. Dari sana sembari keliling melihat George Town yang
kanan kiri penuh bangunan kolonial, sampai juga di Jl Masjid Kapitan
Keling.
Letaknya di dekat plang informasi Situs Warisan Dunia UNESCO, dan
berjarak beberapa lemparan batu dari bangku duduk dari aspal.
Tersembunyi kedai buku mungil yang kerap disambangi pejalan, nama
tokonya
Gerak Budaya.
Siang yang cukup terik itu, akhirnya menampakkan hasil, saya berhasil
mampir ke tujuan utama saya di Penang. Ibarat memasuki dunia ajaib,
denting bel yang terdengar, menandakan saya resmi menginjakkan kaki di
Gerak Budaya.
Waktu itu tak ada siapapun disana. Seorang auntie duduk di kasirnya
tampak menunggu pengunjung. Saat saya masuk, dia hanya meminta adik saya
untuk menutup kembali pintu. Pintanya dengan nada yang ramah.
Koleksi bukunya boleh dibilang lengkap. Satu ruangan penuh harta
karun. Saya diburu waktu seperti biasanya. Sehingga tidak sempat
menelusuri satu demi satu buku di Gerak Budaya.
Keungggulan GB dibanding tokobuku lainnya adalah disini koleksi sastranya jempolan.
Selain itu koleksinya dijamin bagus, karena dikurasi oleh sang pemilik.
Tokobuku dengan moto “We are passionate about the books that matter”
ini rasanya lebih asyik ketimbang tokobuku lain. Di sana rasanya agak
segan menanyakan judul buku yang kita inginkan. Meski buku Juan Pablo
Villalobos tidak saya temukan di Gerak Budaya, saya cukup senang bisa
mampir sebentar.
Orang-orang Indonesia kerap mampir di sini kata Auntie. Kamu bisa
melihat novel-novel milik Pramoedya, Eka Kurniawan, dan sederet novelis
lokal di sisi paling kanan. Rak fiksi dan literatur yang berada di sisi
kiri kedai.
Sembari membuka obrolan, dia menanyakan dari mana asalku. Ternyata
Auntie mengira saya berasal dari Filipina. Secepat kilat, ku jawab dari
Indonesia.
Setelah tahu dia langsung menunjuk salah satu bookmark bergambar
Pramoedya. percakapan singkat berlanjut. Saya mencoba kepo kapan Gerak
Budaya buka di Indonesia. Sayangnya rencana GB membuka toko di Jogja,
belum ada kepastian.
Tampaknya belum ada solusi soal sewa tempat. Pihak penyedia tempat
ingin sewa tempat jangka panjang sekaligus. Itu yang saya tangkap dari
percakapan singkat siang itu.
Sebagai kenang-kenangan saya telah mampir, sebuah buku Jhumpa Lahiri
“Interpreter of Maladies” saya ambil. Harganya nggak jauh beda dengan
MPH, Borders, Times, pokoknya. Bonus bookmark gratis juga. Tanpa ragu
saya memilih bookmark Jhumpa Lahiri dan Pamuk. Kan cuman beli satu.
Kalau dua, tiga, kayaknya boleh ambil semua satu
.
Sebelum mampir saya mencari info Gerak Budaya di
sini.
Oiya, Gerak Budaya juga dinobatkan sebagai tokobuku
terbaik di Penang. Jadi bila kamu berkesempatan main ke Penang, jangan
kelewatan untuk berkunjung ke tempat ini.