Monday, 27 October 2014

Corat-Coret di Toilet

Kumcer yang wajib Anda baca



Judul: Corat-Coret di Toilet
Penulis: Eka Kurniawan
Terbit April 2014
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama


Membaca 12 cerita pendek yang ditulis Eka Kurniawan di Corat-Coret di Toilet sungguh memuaskan. Ya ini adalah karya ketiga dari EK yang saya baca dalam selang waktu kurang dari 3 bulan. Setelah perjalanan Ajo Kawir, CIL, dan sekarang CCdT membuktikan bagi saya penulis yang satu ini layak diacungi jempol. 

Saya membaca buku ini di sabak digital ketika PLN kota Ambon melakukan pemadaman bergilir. Di CCdT dengan jelas lewat karya-karyanya EK mampu merekam jamannya dengan baik. Kita mulai dengan cerita "Peter Pan" yang sangat keras menentang pemerintah saat itu. Selain itu ada juga corat-coret di toilet. Tentang toilet yang banyak dibahas di buku ini. Saya menduga banyak draft cerpen ini yang dihasilkan di dalam wese.

Ijinkan saya sedikit berbagi disini, CCdT saya baca berselingan dengan tulisan EK di blog lamanya. Soal penulisan sudah saya babat habis dan telan matang-matang. Yap, saya sudah kepalang tanggung ingin melihat apa isi kepala sang penulis yang katanya bila membaca karyanya kita akan membaca karya-karya penulis dunia. Disini saya jujur mendapat inspirasi buat membuat cerpen dan bla bla. (Hal ini akan ditulis di blog pribadi, demi kenyamanan pembaca). Yang jelas setelah membaca isi blog penulis, saya dapat melihat penulisan cerpen yang dihasilkan telah melalui proses yang tidak bisa dibilang mudah. Sehingga karya yang dipegang pembaca disini adalah milestone pertama penulis yang dilempar ke pasaran, kita dapat melihat proses kreatif menulis cerpen oleh seorang penulis berbakat. 

Poin yang ingin saya sampaikan adalah jika kamu seseorang yang punya passion menulis, entah penulis pemula atau penulis yang masih mencari cara buat melejit di industri perbukuan buku Corat-Coret di Toilet adalah salah satu media kamu dapat belajar soal cerpen. Baik dari pembuatan kalimat pertama, plot, penceritaan, dsb. Ketika membaca pun saya ingin seperti hal yang diatas selain mendapat bahan bacaan yang ok di saat senggang. Kumcer ini menurut saya pas ada seriusnya dan ada ngocolnya. Ada soal pemerintahan, romansa, cukup lengkap pokoknya.

Semua ceritanya bagus dan ada satu cerita yang paling berkesan. Sayangnya itu adalah cerita penghabisan di buku ini. Bagaimana lagi namanya juga sebuah buku yang akan selesai setelah beberapa ratus halaman. Kandang Babi judulnya, selama membaca cerpen ini penulis berhasil membuat saya mesam-mesem sendiri. Geli membayangkan yang dialami Edi Idiot. Itulah keberhasilan penulis dalam memotret pengalaman hidupnya. Saya yakin alumni bulaksumur akan tersenyum simpul membaca cerita ini. Apakah Pak Jokowi juga ya?

Saturday, 11 October 2014

Cantik Itu Luka oleh Eka Kurniawan

Salah satu bacaan wajib di bulan sastra


Judul buku: Cantik Itu Luka
Penulis: Eka Kurniawan
Penerbit: Gramedia
Tahun cetak: 2004. (Cetak Ulang Cover Baru Januari 2015)



Selepas membaca buku ini, dari skala 1-5 bintang saya memberikan 4 bintang. Saya salut dengan alumni Filsafat UGM ini. Mas Eka membuat karya yang begitu hidup, konfliknya begitu "panas", narasi yang ada membangun sebuah teater imajinasi di benak pembaca. Satu pertanyaan yang muncul sejak membaca 2-3 bab awal, "gila, dari mana mas Eka punya ide atau inspirasi menulis kisah ini?"

Kisah ini begitu kelam, gelap dengan bumbu sejarah dan percintaan yang pas. Buku ini termasuk page turner, kita penasaran akan apa yang akan diceritakan di bab selanjutnya. Hal ini membuktikan Eka rapi dalam mendesain setiap bab di buku ini. Tidak ada satupun cerita yang berdiri sendiri dan tidak penting. Drama kehidupan yang tersaji di buku ini membuktikan penulis lokal bisa menghasilkan karya luar biasa. Saingannya dari segi cerita dan penokohan yang begitu abu-abu hanya a Game of Throne (Yang saya beri 5 bintang).

Satu hal yang patut disoroti adalah obsesi penulis untuk adanya Taman Bacaan di masyarakat. Di halaman 386, diceritakan buku-buku yang luput dari penghancuran akhirnya dipakai untuk sebuah taman bacaan. Anak-anak kecil menjadi pendatang tetap di tempat itu. Disini terlihat sangat jelas pendapat penulis tentang pentingnya sebuah taman bacaan masyarakat. Sedikit menyinggung bulan Oktober yang dipilih sebagai bulan sastra. Harian Kompas jumat tanggal 10 Oktober 2014 menurunkan berita tentang urgensi RUU perbukuan. Hal ini didasari belum adanya gambaran jelas kebutuhan pembaca Indonesia. Diharapkan oleh adanya UU ini masyarakat dapat lebih dipuaskan oleh buku-buku yang diterbitkan penerbit buku Indonesia.

Di akhir membaca buku ini, saya mengurangi 1 bintang. Klimaks cerita yang bagi saya kurang memuaskan, dan seakan dipaksakan. Karya besar Eka Kurniawan ini patut diapresiasi dan layak disandingkan dengan karya novelis internasional. Jika ditanyakan apakah akan membaca buku mas Eka yang lain? jawaban saya adalah wajib. Ada 2 judul yang sudah diterbitkan ulang yaitu Corat-coret di Toilet dan Lelaki Harimau. Untuk Lelaki Harimau tahun depan akan dirilis dalam bahasa Inggris. Jangan sampai kita sendiri di tanah air terlambat dengan pembaca luar nanti.

Update 1 November 2015. Publisher Weekly, salah satu situs penerbitan terkemuka dunia menunjuk Beauty is a Wound sebagai 10 karya terbaik 2015. 

NB: Buku ini akhirnya dapat dibaca setelah meminjam dari Perpustakaan Nasional Maluku.