Friday, 19 July 2024

Review Buku “Majapahit” oleh Herald Van Der Linde (2024)

Narasi yang memukau. Game of thrones versi Indonesia.

Sejarah adalah pelajaran yang saya kecap sejak menjalani sekolah dasar, sekolah menengah pertama. Nama Majapahit, Gajah Mada adalah hafalan yang membekas di ingatan. Sejak pandemi merebak, muncul YouTube Channel bernama “Asisi” yang memberikan pengalaman melihat candi dan makna filosofis yang erat kaitannya. Maka ketika di suatu malam, saya melihat timeline X, sebuah buku yang akan terbit dengan sampul candi yang majestic dengan judul “Majapahit”. Tidak butuh lama untuk meniatkan diri untuk memiliki dan membacanya. Bagaimana kesan saya membaca buku ini? Mari ikuti di tulisan ini.

 

Buku ini adalah buku sejarah. Dengan genre sejarah naratif. Terbitan 2024 Monsoon Books ini memiliki sampul yang menarik. Sebuah candi yang terkesan agung berdiri kokoh dengan judul “Majapahit” diikuti sub judul: Intrigue, Betrayal and War in Indonesia’s Greatest Empire. Edisi paperbacknya handy. Nama penulis berada di ujung atas dengan warna putih.

 

Secara umum Majapahit yang ditulis dalam bahasa Inggris, mengetengahkan kerajaan Mapahit sebagai titik utamanya. Dimulai dari bagaimana bukti sejarah primer kerajaan Jawa ini bisa diketemukan, narasi pembentukan kerajaan dari masa ke masa, keadaan dan intrik kuasa, hingga bagian epilog keterkaitan Majapahit dengan bangsa Indonesia dan negara lainnya di kawasan Asia Tenggara. Saya senang dengan cara penulis menarasikan sejarah sehingga enak untuk dikunyah. Saya yang awam soal kerajaan-kerajaan, dapat membayangkan bagaimana situasi peperangan, intrik penuh bahaya dalam kerajaan dan alhasil mengikuti buku ini dari awal hingga akhir dengan semangat. Saya baca sejengkal demi sejengkal tanpa terburu.

 

Hal yang saya sukai dari buku ini adalah kemampuan penulis untuk menyarikan sejarah menjadi sebuah narasi yang memikat. Cara bercerita yang imajinatif. Membuat saya seakan menyusuri perjalanan Prapanca. Ikut gentar melihat serangan dari Jayakatwang. Terpaut sedih karena melihat seorang istri harus ikut menemani sang suami yang dikremasi. Hampir 300 halaman dengan mudah saya ikuti karena penceritaan yang sederhana. Hal yang saya rasa akan membantu banyak orang untuk suka dengan sejarah.

Saya terkesan dengan bagaimana penulis menggarap buku ini dengan lihai menceritakan kehidupan jaman lampau. Begitu hidup!. Sebagai lanjutan, saya sudah mencari buku “Pararaton” yang diterbitkan Javanica dan Pustaka Pelajar. Buku ini mengilhami saya untuk mencari lebih lanjut perihal Majapahit.

 

Lewat buku ini saya jadi lebih melek sejarah. Dan sejarah masa kerajaan ternyata juga seru menurut saya. Kehebatan buku Pak Herald Linde lah yang membuat saya bisa menyelami jatuh bangunnya Majapahit. Saya merekomendasikan buku ini bagi semua orang. Baik pembaca umum yang ingin tahu jejak kerajaan yang menginspirasi Indonesia. Pula penikmat sejarah yang ingin melihat kembali Majapahit. Menutup artikel ini, saya kutipkan tulisan Pak Herald “The echoes of the great empire simply refused to fade away.”


Thursday, 11 July 2024

Review Buku "Belajar Marketing Belajar Hidup" dari Henry Manampiring (2024)

 


Memaknai hidup dari belajar marketing. Dimulai dari tahu bedanya sales sama marketing. 

Om Piring, bikin buku marketing. Sekaligus buku pengembangan diri. Henry Manampiring menerbitkan buku baru berjudul “Belajar Marketing Belajar Hidup” Juni 2024. Dikenal lebih dulu lewat bukunya yang mega best seller, “Filosofi Teras”, Henry menerbitkan novel “Hitam 2045”, kemudian nonfiksi filsafat “The Compass”.

Saya kutip dari Kompas.id, ”Dari dulu saya enggak mau menulis buku marketing. Pertama enek karena marketing itu pekerjaan, masak yang ditulis itu lagi? Kedua, buku marketing udah banyak. Sampai akhirnya akhir tahun lalu kesambe, dapat wangsit. Saya terpikir gimana kalau marketing ini digabungkan dengan pengembangan diri? ” kata Henry dalam peluncuran buku Belajar Marketing Belajar Hidup di Kompas Institute, Jakarta, Sabtu (29/6/2024).

Saat promonya digeber di Instagram Penerbit Buku Kompas. Saya langsung ancang-ancang untuk membelinya di masa preorder. Saya memesannya di Shopee “Patjarmerah” dengan keunggulan gratis ongkos kirim. Fitur ini baru saya jajal belakangan. Sebelumnya pembelian buku selalu dilakukan di lokapasar ijo. Setelah bukunya sudah tiba di tangan pembaca. Saya cek di ig PBK. Selang beberapa hari. Patjarmerah pun mengirimkan buku Om Piring ke Ambon. Syukurlah, jadi bisa segera dibaca. Bagaimana kesan saya atas buku terbaru Om Piring ini? Bagus dan layak dikoleksi kah? Simak bersama di tulisan ini sampai akhir.

 

Pertama, kita lihat sampulnya dulu. Sampulnya cakep! Sampul depannya gress. Apalagi bagian belakangnya. Saya kira inovasi sampul ini keren banget dan bikin orang penasaran buat beli. Lalu apa sih isi buku ini? Yaa. Secara umum, ada dua hal yang diungkapkan penulis dalam buku ini. Soal marketing lalu disambung dengan aplikasinya dalam hidup kita. Aku membaca buku ini tidak sekali duduk. Aku nikmati seperti lagi duduk nongkrong sama Om Piring. Dengerin apa pengalaman Om Piring gitu. At the end, seru abis bukunya. Aku dapat pengalaman dan ilmu yang lumayan. Selain terhibur tentunya. WAAAH paket lengkap dong ya.. ^^v Dapet ilmu, dapat terhiburnya juga. Hahaha.. Tapi beneran itu kesan saya membaca buku ini loh.

Hal yang saya sukai dari buku ini adalah: Ini buku tapi nggak berasa buku. Nah Loh! Di awal buku ini, penulis udah ngasih tahu klo ini semacam tumpahan isi kepala penulis. Anggap aja dengerin om-om cerita. Di sini kita udah bisa lah ya, ngasih ekspektasi isi bukunya. IMO. Buku ini beda dari buku-buku lainnya karena: ini kayak lagi diceritain panjang lebar sama orang. Dan saya ternyata suka dengan jenis nonfiksi naratif seperti ini. Di kemudian hari, saya nggak keberatan untuk baca buku nonfiksi. Dengan aliran narasi seperti sebuah obrolan.

Hal lainnya tentu saja adalah pengalaman soal marketing. Pula aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Om Piring seru dalam membahas perihal dunia marketing dan pengembangan diri. Saya menunggu untuk bisa baca buku selanjutnya. Sukses dan salam sehat untuk Henry Manampiring.

Overall: TOP dah! Saya merekomendasikan buku ini pada semua orang. Mau muda. Mau yang udah masuk usia pensiun. Silakan simak buku terbitan Buku Kompas ini.

 

 

Thursday, 4 July 2024

Ulasan Buku “Gongka” dari Frisca Saputra (2024)

 

Cerita Gongka hangat dan mengesankan.

 

Ketika tahu Frisca Saputra akan menerbitkan buku seputar kehidupan di Pecinan, aku langsung tidak sabar untuk membacanya. “Gongka” cerita-cerita dari Pecinan Jakarta dibuat saat penulis mengikuti kelas penulisan yang diampu oleh Reda Gaudiamo. Buku ini akan dirilis saat Patjarmerah Kecil di Jakarta. Saat ada pengumuman buku ini bisa dipesan terbatas. Aku tidak pakai lama untuk segera pergi ke lokapasar dan membelinya bersama buku ide cerita mbak Reda. Seperti apa keseruan buku ini? Mari ikuti tulisan ini.

Mari kita lihat sampulnya lebih dulu. Terbitan baNANA ini covernya lucu dan menggemaskan. Ada anak kecil yang ceria (Si Gongka, nih!) yang sedang berada di sebuah jalan dengan tiang listrik berkabel kusut. Judul Gongka – Cerita-cerita dari Pecinan Jakarta berada di tengah kanan dengan warna hitam berbentuk gemas. Ada nama penulis Frisca Saputra dan diikuti nama ilustrator isi buku ini Lina Kusuma Dewi. Ilustrasi di dalamnya jempolan!

Secara umum isi buku ini apa sih? Di Gongka, kita diajak sama Cik Frisca untuk menengok masa kecilnya di daerah Pecinan. Berisi kumpulan tulisan pendek yang bisa kamu baca sekali duduk. Aku cuplik beberapa judul tulisannya supaya bikin penasaran: Senio, Imlek, Pengukiran Lima, Gloria dan Kenangan Tiada Dua. Dimulai dari perkenalan anggota keluarganya, lalu ada Pak Udin yang ngebantu usaha kue di rumah, berlanjut keseharian dan pengalaman penulis berinteraksi dengan tetangga sekitar. Seru deh pokoknya! Ternyata ini adalah bagian dari Cerita Istimewa dari penerbit baNANA. Cerita personal mengenalkan pengalaman seseorang di tempat ia tinggal.

Apa yang aku sukai dari buku ini? Semuanya. Dari ceritanya sampai ilustrasi di dalamnya yang lucu. Aku suka dengan pengalaman yang dibagikan penulis akan kesehariannya. Aku jadi tahu bagaimana rasanya tinggal di Pecinan. Aku jadi ngerti dikit suasana di keluarga Cina Jakarta. Mama yang selalu sibuk. Rame-rame bikin kue. Rumah yang dihuni banyaaak orang dan segala perlengkapan masaknya. Mengunjungi pusat perbelanjaan. Naik becak. Makanan-makanannya yang bikin penasaran (Ada resepnya juga loh!). Papa yang dengan rasa sayangnya, memanggil “Gongka”.. Duh, rasanya kurang tebel cerita bukunya.. Tapi tidak apa lah. Gongka sudah berbagi ceritanya, aku udah bahagia.

Gongka, aku rekomendasikan untuk pembaca yang menyenangi nonfiksi naratif. Penyuka cerita personal pasti suka dengan buku ini. Semua orang yang membaca review ini.