Sunday, 26 May 2024

Gentayangan oleh Jounatan & Guntur Alam.

 

Kumpulan cerita horor “Gentayangan” adalah semacam encore dari 4 novel horor yang ditulis oleh Jou dan Guntur Alam. Saya tertarik dengan lima buku ini saat melihat dua novel berlatar hitam di Gramedia Ambon. Belum ada penasaran untuk beli dan baca saat itu. Sebab belum mood untuk membaca genre horor. 2024 bulan Mei, sudah lama saya tidak mengikuti kabar tentang Guntur Alam. Di sekitar 2013-2014 saya tahu kalau Guntur adalah seorang penulis yang banyak menghasilkan karya cerpen dan novel. Di akun X miliknya, dia mencuit kalau buku horornya sudah cetak ulang untuk sekian kali. Saya kemudian melihat lagi judul-judul buku duetnya yang diterbitkan oleh penerbit Elex Media. Tidak menunggu lama. Saya kemudian mendapati kalau seri horor duet penulis ini tersedia lengkap di Gramedia dan memutuskan untuk membelinya saat itu juga. Arwah, Tumbal, Ritual dan Teman. Adalah 4 judul novel mereka secara berurutan terbit. Bisa dibaca acak kata penulis di instagram. Gentayangan adalah buku pertama dari seri horor yang saya baca. Bagaimana kesan saya dalam membaca cerita sepanjang 123 halaman yang sudah cetak ulang ke 5 di akhir Mei? Mari ikuti sama-sama di tulisan ini.

Pertama, saya akan coba melihat sampul kemasan bukunya. Secara umum kesan seram itu terasa lewat gambar sosok pocong dan keranda mayat di sebuah ruangan yang amat gelap. Judul buku “Gentayangan” berlumat merah tepat di atas keranda membuat sampul ini cukup menarik. Meski saat membeli saya tidak memfokuskan pada sampul karena ingin memiliki lengkap seri horor kedua penulis ini. Sebelum lanjut ke dalam isi bukunya. Saya ingin memperkenalkan kedua penulis.

Dimulai dari Jou, dikutip dari isi bukunya:

Jounatan menekuni dunia menulis disela-sela kesibukan kerjanya dan menulis merupakan hobinya. Selain itu Jounatan juga sangat suka datang ke tempat-tempat mistis dan menjelajahi tempat tersebut. Ia sendiri memiliki kemampuan untuk melihat makhluk tak kasat mata atau hantu dan ia sadar dan sudah berdamai dengan kelebihan yang ia miliki itu sejak ia mengalami peristiwa yang menyedihkan yaitu ketika ia kehilangan sahabat terbaiknya.  Saat ini Jou dan Guntur Alam sedang menulis serial mengenai adik Jou yaitu Natali yang akan dibuka dengan kisah yang berjudul Kutukan Darah dan Gerbang Roh.

Guntur Alam merupakan sosok laki-laki yang menyukai cerita horor dan misteri dari komik Petruk karya Tatang S. dan novel Abdullah Harahap. Selain berkarya bersama dengan Jounatan ia juga akan menerbitkan novel yang ia tulis sendiri dan sedang menyelesaikan naskah novelnya itu yang berjudul Tulah Desa Rimau dan Nyupang. Guntur Alam sering membagi kisah horornya ditempat kerja dan sekolah pada akun media sosial seperti  instagram miliknya yang bisa kamu ikuti @gunturalam_.

 

Gentayangan secara umum adalah semacam encore dari 4 buku yang terlebih dulu terbit. Maksudku adalah di sini Jou bercerita tentang pengalaman dirinya mengulik urban legend di Indonesia. Dari hantu jeruk purut sampai perlintasan Bintaro. Jou kerap melakukan perjalanan adu nyali di tempat yang tersohor kisah mistisnya. Bersama teman-temannya maupun dari penelusuran cerita kawan-kawannya, Jou ingin berbagi keseruan, informasi, laporan pandangan mata dari sekian tempat mistis tersebut. Jou yang diberikan kemampuan melihat makhluk halus memiliki pertemanan yang juga sama tertarik dengan dunia mistis. Seru banget. Dari kisah-kisah yang ada, mereka selalu mencari dan membuktikan keberadaan tempat yang horor. Hal ini diungkap Jou karena ini seperti sebuah candu. Aku kutipkan sebuah kalimat di halaman 96,

 

“Mungkin benar bahwa pengalaman mistis itu semacam candu. Orang yang merasakan hal-hal yang berkaitan dengan sesuatu yang gaib akan terus ingin tahu cerita yang lainnya. Itulah yang dialami Mario, teman sekantorku.”

 

Buku ini ditulis dengan gaya bercerita yang mengalir. Guntur Alam berhasil membuat kumpulan cerita ini dengan narasi yang apik. Perasaan penuh cemas akan apa yang dijumpai di kelokan cerita. Penuh deskripsi dan penggambaran suasana yang berhasil membangun rasa penasaran akan sebuah perjalanan. Betul. Di buku ini kita pembaca serasa sedang diceritakan kisah horor sekaligus sedang bersama-sama tim Jou menapak tilas tempat horor terkenal di Surabaya, Bandung, Jakarta. Saya menikmati membaca buku ini sehingga langsung menamatkannya dalam dua kali baca. Tidak ada typo yang mengganggu. Selain argo taksi. Enak betul bacanya. Tidak seperti buku penerbit GagasMedia yang typonya berhamburan.

Apa saja hal positif yang aku temukan dari buku ini? Pertama, adalah seperti diceritakan urban legend horor lengkap, aku suka bagaimana Jou bercerita tentang pengalaman berwisata horor di Bandung, saya baru tahu hal ini loh. Komunitas pencari hantu juga masuk di buku ini. Bagaimana seseorang mengumpulkan informasi, dalam hal ini cerita masyarakat lokal, bisa kita tiru. Bagaimana seseorang melakukan adu nyali, berhadapan dengan sosok halus, dan pembuktian tentang kisah horor adalah nilai plus yang membuatku akan membaca empat buku Jounatan dan Guntur Alam.

Selain hal positif, apakah ada hal negatif dari buku ini? Saya kira tidak ada. Saya hanya merasa buku ini terlalu cepat habis. Besar harapan saya, kalau pengalaman berburu horor Jou bisa dibikin lagi. Semacam Gentayangan jilid 2. Karena sungguh seru pengalaman Jou dkk. Juga bagaimana Jou bisa bercerita lewat tulisan.

Akhirnya, buku ini saya rekomendasikan untuk pembaca yang ingin memulai seri horor penerbit Elex. Yup. Elex Media juga menerbitkan novel horor. Dan saya lihat di instagram penerbit, kalau masuk jajaran laris. Keren deh!. Gentayangan bisa jadi buku pertama kamu yang ingin membaca novel Jou dan Guntur Alam. Mencicipi bagaimana horor di tangan mereka berdua. Buku ini saya kira bisa dinikmati pula oleh pembaca awam yang ingin tahu sejarah kisah horor legend di Indonesia. Selain bagi penikmat horor dan misteri. Selamat berkarya Jounatan dan Guntur Alam. Sukses!

Thursday, 23 May 2024

Teror Pocong Duloh oleh Rori Sarang Demit


Teror Pocong Duloh (selanjutnya TPD) memulai perjalanan saya membaca novel horor terbitan GagasMedia setelah menamatkan karya Simpleman, berjudul Ranjat Kembang. Sebelum ini saya membaca berturut KKN, Sewu Dino, Janur Ireng, dan Ranjat Kembang. Sebelum-sebelumnya saya tidak tertarik dengan genre horor.

Ya, saya tergaet dengan terbitan horor penerbit yang menerbitkan KKN Di Desa Penari. Gagas banyak menerbitkan horor beberapa tahun terakhir. Sepertinya ini adalah produk yang sedang digemari. Katalog GagasMedia saya buka dan mendaftar judul-judul horor yang akan kubaca. TPD salah satu yang menarik perhatian. Karena dirilis tahun ini. Dibuat oleh seorang konten kreator bernama Ahmad Asrori (Rori) asal Lebak, Banten. Rori aktif di Youtube Sarang Demit. Bagaimana kesan saya membaca TPD? Mari sama-sama kita ikuti di tulisan ini.

 

 

Novel setebal 166 halaman ini ditulis dengan ritme cepat. Lugas dan mampu mempertahankan perhatian pembaca hingga akhir. Lewat kisah yang cukup dramatis dan seru. Hanya saja sangat disayangkan. Di novel ini bertebaran typo dan ini sungguh tidak mengenakkan. Pada saat membaca TPD, saya sudah menyampingkan typo tersebut dan berfokus ke jalinan cerita.

TPD dengan sampul seorang pocong yang berhadapan dengan lelaki yang mengacungkan keris, ditulis “Viral Youtube POCONG DULOH ditonton 10 JUTA kali”. Dengan kilasan kabut keduanya akan saling bunuh. Judul Teror Pocong Duloh dengan warna merah. Rori Sarang Demit di bagian bawah dengan warna yang sama. Sampulnya cukup menarik. (Saat membeli dan hingga sampai menuliskan artikel ini, saya tidak terlalu memerhatikannya, sebab fokus saya pada pengumpulan koleksi horor GagasMedia)

Mari kita masuk ke bagian ceritanya. Secara umum Rori mengajak kita menemui kisah lahirnya Pocong Duloh di rangkaian waktu 1600an di Jawa Barat. 1730an saat teror Pocong Duloh berlangsung, setting tempat berada di desa Bojong Pinang. Berhenti di 1830an. Saat kisah ini berakhir.

Karakter Duloh dikisahkan seorang anak yang miskin papa dan menanggung hidup neneknya. Perjalanan yang pahit dan tragis dilalui anak ini, yang mewarisi ilmu Pancasona. Ilmu yang membuat dirinya tidak dapat mati. Kisah percintaan Duloh dengan Rara diceritakan. Para penduduk pun berusaha mencari cara mengalahkannya. Lantas berakhir dengan lahirnya Pocong Duloh yang mendiami hutan Gantarawang. Kisah berikutnya dilanjutkan dengan tokoh Raka. Rara dan Raka, ya namanya mirip. Keduanya akankah berkaitan? Raka adalah seorang anak yang tidak kalah tragis kehidupannya dengan Duloh. Kelak Raka memanfaatkan kekuatan Pocong Duloh dan harus berbalik melawannya karena teror Pocong Duloh akan seluruh desa dan istrinya, Mayang.

 

Buatku kisah misteri yang ditulis Rori cukup mengasyikkan untuk diikuti. Rori dalam keterbatasan halaman mampu membuat cerita yang padat, tanpa mengurangi ketegangan sedikitpun. Kita diajak sampai akhir mengikuti laku Raden Raka. Deskripsi keseraman hutan. Suasana desa sedikit bisa dirasakan. Seram dan bikin bulu bergidik sih tidak. Namun percayalah Rori berhasil membuat kita masuk mengikuti dunia TPD dan menyusuri halaman demi halaman. Lalu mencapai halaman Tamat. Saya cukup puas dengan kisah TPD. Saya kira hal-hal menarik dari buku ini adalah mengenai kisah mistis di Jawa Barat, bagaimana pertentangan bisa dilakukan dengan saling mengirim santet, lalu cara untuk menaklukan pocong, semua bisa disimak di novel ini. Tentu akan lebih baik bila penyuntingan untuk membuat cerita bisa dinikmati dengan nyaman dilakukan.

 

Novel ini saya rekomendasikan untuk pembaca horor. Juga orang yang ingin mencoba baca kisah misteri. Kisah mistis. Boleh mencoba novel ini sebagai pintu masuk pertama. Sukses buat Rori. Salam.