Drama kehidupan Banda, Pengantin Maluku
Judul buku: Mirah dari Banda
Penulis: Hanna Rambe
Penerbit Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Edisi ketiga, tahun terbit 2010.
Tampak Banda dari udara |
Buku ini terpilih untuk direview karena posting bareng BBI
di bulan Agustus bertema nusantara. Buku ini pun secara tidak sengaja saya
temukan di Perpustakaan Bank Indonesia kota Ambon. Terima kasih untuk keramahan dari para staf sehingga saya bisa dibolehkan meminjam buku. Lewat membaca
blurbnya saja saya sudah merasa novel ini akan sungguh memikat. Tema sentral buku ini adalah buah pala (Myristica fragrans) yang mendunia. Mirah dari Banda
menghadirkan drama kehidupan seorang gadis pekerja kontrak pala di Banda, sang
pengantin Maluku.
Fuli dan pala |
Dari awal membaca buku ini, kita diajak untuk menyelami
dialek dan eksotisme daerah Maluku. Penulis berhasil membenamkan pembaca di
dalam cerita yang dibuat. Ada kala kita merasakan keriangan, kegembiraan, namun
ada juga kegetiran hidup, kepahitan hidup. Lewat tulisan yang luar biasa
detail, narasi yang ada tidak menjemukan pembaca. Mirah dari Banda menangkap
atensi pembaca dengan menampilkan daerah Maluku dengan segala kelebihannya. Pembaca dapat menangkap sejarah bagaimana daerah Maluku sejak berabad-abad silam sudah begitu kosmopolitan. Kedekatan sosial antara orang Belanda dan Maluku nampaknya bermula dari sini. Dianugerahi dengan kekayaan alam yang luar biasa, juga kuliner yang tidak kalah
pentingnya. Para pembaca dapat ikut menikmati indahnya berwisata ke daerah Maluku lewat buku
ini, mungkin juga akan meneteskan air liur ketika membaca deskripsi makanan khas laut
yang nikmat di lidah.
Perahu Banda |
Cerita ini bermula ketika seorang gadis blasteran asal
Australia bernama Rowena Higgins alias Wendy yang berkunjung ke Banda bersama
para sahabat untuk sejenak berlibur. Sosok jelita & cerdas yang
tergila-gila dengan banyak hal yang dapat dipelajari dari kebudayaan-kebudayaan
dunia. Salah satu penyebabnya adalah keinginan hatinya untuk mencari tahu asal
usul kehidupannya sendiri. Sepenggal cerita yang dia ketahui adalah orangtuanya
terpisah akibat keganasan perang. Wendy pun seperti ditakdirkan oleh sang
pencipta akan bertemu dengan seorang nenek yang bekerja di rumah tempat ia
menginap. Sang nenek yang bernama Mirah, kemudian menceritakan perjalanan
kehidupannya yang pahit sekaligus manis. Mirah yang jago memasak, ternyata
memiliki jalan hidup yang amat berat. Sejak kecil hingga masa tuanya,
orang-orang yang dicintainya pergi meninggalkannya. Mirah hanya mampu bertahan
menghabiskan hidupnya di tanah Banda, tempat yang begitu berarti dalam
kehidupannya.
Peta selam di kepulauan Maluku |
Di novel ini pembaca akan mengetahui banyak hal yang
berkaitan dengan Maluku. Mulai dari sejarah datangnya bangsa Belanda ke daerah
Maluku. Awal mula kedatangan bangsa-bangsa besar di dunia ke tanah nusantara.
Semuanya karena komoditas paling bernilai saat itu, yaitu pala dan fuli.
Penulis menceritakan sejarah dengan amat baik, narasi yang cerdas dibalut
dengan romansa yang memikat. Pembaca disuguhkan sebuah pelajaran sejarah yang
mungkin tidak ketahui sama sekali sebelumnya. Satu hal yang sungguh
menggoreskan hati ketika membaca novel ini adalah bagaimana perbudakan telah
terjadi sekian lama di bumi nusantara. Tidak perlu membayangkan bagaimana
kesulitan hidup yang terjadi di jaman tersebut. Sepenggal contoh kehidupan budak kontrak dapat dilihat di film 12 Years a Slave. Di perkebunan pala, bisa jadi
tidak separah seperti yang dialami budak belian di film tersebut namun luka
batin dan trauma yang membekas telah menggoreskan sebuah luka yang amat dalam kehidupan
masyarakat Banda. Bagaimana oleh sebuah perebutan komoditas pala dan fuli,
sebuah generasi Banda hampir punah. Ketika semua pembesar pengurus kebun pala
yang notabene masyarakat asli Banda dihabisi oleh Belanda. Hanya beberapa
keluarga yang diceritakan berhasil selamat.
“Wendy tak dapat memutuskan apakah pohon berbuah emas yang harum itu sebuah berkat atau laknat bagi suku banda yang malang. Ia pun sering tak mengerti mengapa ada bangsa atau kelompok yang merasa senangn menundukkan atau menjajah bangsa atau kelompok lain. Bukankah setiap manusia di muka bumi sama dan sederajat di mata Tuhan yang menciptakannya? Hal 123.
Banda yang dulu menjadi tempat yang paling ingin dikuasai
dunia sekarang merana. Kerisauan penulis tertuang disini
“ Sekarang Banda menjadi tempat yang sunyi senyap dan terpencil dari dunia luar. Tak banyak lagi orang yang ingat kepada keindahannya, kepada pala dan fuli-nya. Bahkan anak sekolah zaman sekarang mungkin tak pernah mendengar tentang Pengantin dari Maluku. Kami ini hidup dalam kenangan masa lalu yang indah, yang tak akan kembali lagi. “ hal 92
Penulis juga mengungkapkan keprihatinannya tentang hal ini. Apakah
di satu sisi pala memberi kehidupan yang baik ataukah memberi sebuah dampak
negatif yang tidak dapat dihindari.
Buah penghasil emas “Salahkah Tuhan menciptakan dan menganugerahkan pala kepada penduduk Banda? Tidak. Tuhan tidak pernah bersalah bukan? Tuhan Mahatahu, Mahakuasa, dan sempurna. Manusialah yang tidak pandai menghargai karunia-Nya. Manusia habis dicabik-cabik oleh egoisme.” Hal 373.
Tidak seperti yang saya sangka bahwa pala hanyalah sebatas pemanis dapur, sebatas penambah kesedapan masakan oleh ibu-ibu. Beragam fungsi pala membuatnya sangat bernilai di masa silam.
"Fungsi pala sebagai obat pengawet ternak dan ikan, ratusan tahun sebelum orang menemukan mesin pendingin. Obat-obatan, minuman alkohol. Sedangkan fuli, pembungkus biji pala dapat menjadi minyak yang sangat berharga di Banda. Orang Banda menyebutknya sebagai minyak ajaib, dipakai menyembuhkan segala macam penyakit termasuk masuk angin. Buah yang dipilih untuk minyak tersebut harus yang segar, gemuk banyak sarinya, serta tak berlubang. Khasiat lainnya untuk mempercantik kulit, menghalau nafas berbau, menjernihkan pandangan yang kabur, menghangatkan perut yang mulas dan membantu mencerna makanan sehabis pesta besar"
Sampai sekarang pun pala, cengkeh masih menjadi tumpuan
hidup masyarakat Maluku. Minggu lalu sekilo biji pala kering yang dibeli di
tempat penimbangan hasil bumi di Ambon bernilai Rp.150.000. Cukup tinggi bukan?
Mira dari Banda layak untuk dibaca dan dikoleksi, cerita yang luar
biasa dan memikat ini akan mewarnai kehidupan Anda. Mengenal keragaman
Indonesia. Bukankah kita harus belajar dari sejarah untuk membangun kehidupan
yang lebih baik. Kisah ini direkomendasikan untuk dibaca bagi Anda masyarakat
Maluku, pecinta fiksi sejarah, penyuka cerita romansa berbalut sejarah. Selamat
menikmati karya sastra ini dalam kehidupan Anda.