Friday, 3 April 2015

Blogger Interview with Dion "Baca Biar Beken"





Di ulang tahun BBI kali ini ada yang berbeda. H23bc mengundang beberapa blogger grup Science Fiction & Fantasy untuk berbincang banyak hal, mulai dari rekomendasi buku fantasi hingga tips ngereview buku yang ok. Tamu kita yang satu ini sudah malang melintang di dunia review buku Indonesia. Editor sekaligus pencinta fantasi yang enggak perlu diragukan. Disini dia berbagi soal proyek terbarunya, buku fantasi yang wajib dibaca, dan kriteria fantasi yang bagus. Mari kita sambut mas Dion pemilik Baca Biar Beken.



Halo mas Dion. Akhirnya kesampaian juga bertemu lewat Q&A HUT BBI yang ke 4. Terima kasih udah mau berbagi kepada pembaca disini.

Halo, senang akhirnya ada yang mau mewawancarai saya. Saya mah apa atuh selain seorang penerjemah yang sudah menerjemahkan lebih dari 10 buku dan menulis sekitar 8 buku. Lah kok malah narsis saya ya? Maaf, abaikan saya yang barusan hahaha *digaplok

Tanpa banyak basa-basi. Sebutin judul buku yang terakhir dipegang dan dibaca? Apa yang menarik dari buku itu?

Saat ini sedang membaca A Game of Thrones yang lagi happening banget terjemahannya. Tapi, saya ini orangnya gampang bosan. Belum selesai satu buku, udah gatel pengen baca buku yang lain. Jadi, buku lain yang sedang proses dibaca adalah Larung karya Ayu Utami. Reread sih sebenarnya karena dulu belum sempat baca utuh, biasalah rebutan sama mahasiswa-mahasiswi lain di perpustakaan kampus.


Boleh share ke pembaca. Dari mana ide untuk membuat blog Baca Biar Beken? Apakah setelah membuat blog ini mas jadi lebih beken? :D

Pas pertama bikin blog tahun 2011 lalu, pengennya sih pakai judul “Baca itu Seru” tapi ternyata tagline itu sudah dipakai akun twitter goodreadsindonesia, jadi saya ganti. Karena saya suka yang berima-rima, saya bikin yang depannya huruf B semua, jadilah Baca Biar Beken. Judul blognya memang alay (tahun 2011 saya masih alay dan jadi Pasukan Armada, percayalah!) tapi relatif mudah diingat kalau lagi pada searching hahaha.



Sedang sibuk mengerjakan apa saat ini? Kalau rahasia perusahaan yang ketat. Boleh dong dikasih sneak peak untuk pembaca yang rela mengikuti Q&A bersama mas Dion :)

Kesibukan sekarang selain jadi editor di @divapress01, saya sedang menggarap terjemahan naskah Odyssey-nya Homer. Pertengahan Maret kemarin baru saja selesai mengerjakan terjemahan cerpen-cerpen Edgar Allan Poe. Tanggal terbitnya? Tunggu ya, bakal ada giveaway-nya juga kok.



Share buku fantasi yang wajib dibaca dong? Mengapa harus judul tersebut?
Pertama, Harry Potter (ah mungkin sudah biasa ya, kita semua tahu alasannya. Belum bisa disebut pengemar fantasi kalo belum baca seri ini). Kedua, The Hobbit (atau Lord of the Rings) karena buku-buku inilah yang membuat saya jadi suka baca. The Hobbit bahkan saya jadikan sebagai bahan untuk skripsi. Ketiga, mungkin seri Fablehaven-nya Brandon Mull. Menurut saya, Fablehaven beda dengan novel-novel fantasi yang umumnya. Bacanya itu menegangkan, semakin ke belakang semakin seru. Tahu-tahu aja kelar. Kalau untuk novel fantasi lokal, coba baca Tanril #1. Baru sekali itu saya baca novel karya pengarang lokal yang sedemikian bagus. Epik karena mengabungkan dunia persilatan ala China dengan ajaran-ajaran luhur. Membaca novel Tanril bisa diibaratkan sepertimenonton adegan-adegan dalam film. Narasinya runtut, jelas, detail, plus banyak kata-kata yang quotable di dalamnya.



Apa sih bedanya sci-fi fantasy sama jenis fantasy yang lainnya? Dan kenapa tertarik dengan science fiction fantasy? @asysyifaahs

Menurut saya, sci-fi fantasi berbeda dengan jenis-jenis fantasi lain dalam hal riset yang dilakukan penulis. Untuk menulis scifi, penulis tidak boleh hanya mengandalkan imajinasi semata, tapi juga harus melakukan riset. Misalnya, tentang perjalanan waktu, ada begitu banyak variabel dan data yang harus dikumpulkan agar jalan ceritanya bisa tetap “masuk akal” dan “logis” meskipun itu cerita fantasi. Scifi paling bagus menurut saya adalah Jurasic Park dan Time Line karya M. Chrichton. Bukan berarti scifi lebih baik dari fantasi biasa, masing-masing ada kelebihannya. Selama ditulis dengan baik, saya yakin cerita apapun akan bagus di mata saya.


Pernahkah blogger buku merasa tiba-tiba bosen baca buku setelah estafet baca dan review buku sekaligus? Solusinya gimana? @evizaid

Pernah, dan sering. Saya sering banget malas meresensi buku begitu selesai membacanya. Saya anggap utang review. Tapi, makin lama kok makin numpuk ya sampai akhirnya saya pura-pura amnesia bahwa saya punya utang review *dijitak. Paling bagus emang langsung direview begitu baca sebuah buku biar ngak lupa isi ceritanya, tapi ya gimana ya, kadang kesibukan kerja atau kesibukan hati bikin malas (*kebanyakan alasan koe, Yon!). Solusinya, kalau saya baca buku lain yang beda genre. Misal, habis baca buku fantasi, diselingi dengan baca komik jadinya nggak bosan. Cara yang lain lagi? Saya menatap timbunan saya lekat-lekat seraya berkata kepada diri sendiri: “Betapa beruntungnya kamu masih memiliki timbunan buku. Banyak orang yang tidak punya timbunan buku seperti kamu, boro-boro timbunan buku, yang ada malah mereka punya timbunan utang. Jadi, jangan malas mereview. Mereview itu pekerjaan mulia, kita memberitahu teman-teman bahwa ada buku bagus yang sebaiknya dibaca. Jadi, tidak seperti membeli naga dalam guanya.”

Mas saya seorang penulis pemula. Saya berniat membuat sebuah novel fantasy. Ada saran untuk tembus dunia penerbitan?

Sayang sekali, iklim perbukuan di Indonesia masih kurang ramah pada novel fantasi karya penulis lokal. Saya ada tiga kawan penulis fantasi lokal. Salah satunya sudah diterbitkan penerbit Jakarta, tapi sekuelnya belum juga terbit karena alasan novel pertamanya tidak begitu laku. Kalau kita ke toko buku, novel fantasi lokal memang kalah dari segi jumlah dibanding novel terjemahan. Harganya pun tidak terpaut jauh. Jika kita menempatkan diri sebagai konsumen, tentu akan memilih novel karya penulis terkenal dunia ketimbang novel fantasi lokal yang penulisnya pun kita nggak tahu yang mana. Inilah salah satu yg menyebabkan novel fantasi lokal kurang diminati, yakni belum menjadi tuan di rumah sendiri. Dukungan penerbit pun juga kecil. Khusus di perusahaan saya, dulu saya pernah mengajukan inisiatif perlombaan menulis novelet fantasy dengan hadiah total 8 juta rupiah. Setelah cetak dan edar, laporan penjualan untuk novel-novel fantasi itu memang sangat rendah, kalah jauh jika dibanding novel romance. Novel-novel fantasi lokal yang laris di pasaran, menurut saya, karena ada nama besar sang penulis yang ikut mendongkrak penjualan. Contohnya novel Bumi karya Tere Liye.

Tapi, saya percaya—dan tetap percaya—bahwa suatu saat novel fantasi Indonesia juga akan maju dan tidak kalah dengan novel fantasi terjemahan. Tulis aja dulu naskahnya, apakah ntar naskah itu laku atau tidak, itu urusan belakangan. Tapi, cobalah bikin naskah fantasi yang berbeda, baca juga karya-karya fantasi lokal, karya-karya komik era 90-an, atau Anak Rembulan Djoko Lelono. Gali lagi khazanah fantasi lokal. Bikin cerita yang Indonesianis (tidak semua karya fantasi harus berkiblat ke Barat, contohlah orang Jepang). Perbanyak baca-baca buku tentang mitologi dan sejarah dunia kuno karena itulah sumber ide yang sangat bagus untuk kisah-kisah fantasi.

Genre buku apa saja yang disukai mas Dion? Adakah penulis favorit yang dikultuskan mas Dion?

Pada dasarnya, saya adalah pelahap segala genre, tidak hanya fantasi. Hanya mungkin karena sering review buku-buku fantasi ya akhirnya banyak yang mengira saya hanya membaca buku fantasi saja (padahal akhir-akhir ini saya jarang baca buku fantasi karena mahal). Sebelum masuk ke BBI, saya adalah pembaca buku-buku nonfiksi. Anggapan saya dulu, ngapain beli novel wong dibaca sekali langsung kelar, sementara buku nonfiksi kan bisa dibaca berulang-ulang. Tapi semuanya berubah setelah BBI datang, saya jadi menimbun novel mwahahahaha *abaikan. Kalau penulis favorit, selain Pram
(Pramoedya Ananta Toer, red) tentu saja, saya sangat kagum sama Mochtar Lubis. Bukunya yang berjudul Berkelana Dalam Rimba adalah buku pertama yang membuat saya jatuh cinta saat masih SMP.

Pertanyaan terakhir. Apa harapan kamu untuk BBI ke depannya?
Harapan saya ke depannya buat BBI simpel saja: semakin dikenal oleh para pelaku dunia perbukuan di Indonesia sehingga tidak lagi dipandang sebelah mata. Saya ikut merintis BBI ini sejak awal, sempat merasakan ditolak dan diacuhkan berulang-ulang oleh penerbit-penerbit besar saat memperkenalkan BBI. Berkat teman-teman yang rajin posting reviewlah sehingga pelan-pelan BBI mulai dikenal dan akhirnya bisa sebesar sekarang. Bangga sekali rasanya bisa menjadi bagian dari BBI dan turut membesarkannya. Sukses selalu untuk BBI.

Terima kasih atas waktu yang diberikan untuk wawancara singkat ini. Semoga bisa bermanfaat bagi pembaca. Sukses buat proyek terjemahannya. Salam buat teman-teman di Diva Press.

5 comments:

  1. Fokusku cuman satu mas. Kenapa gambarnya cewek sama anjing husky?? *salah fokus*

    ReplyDelete
  2. Hahahaha.....Dion emang seru ya orangnya. Ampe wawancaranya pun juga seru.
    Aih....udah niat wawancara Dion buat BBI, eh keduluan sama steve. Hahaha.... :))

    ReplyDelete
  3. Ditunggu Odyssey-nya, Mas Dion :)

    ReplyDelete
  4. Mas Steve, tuh udah dpt bocoran dr mas dion. Mending bsk nulis novel yg indonesianis :D

    ReplyDelete
  5. Terima kasih atas wawancara dan sambutannya *terharu (Dion)

    ReplyDelete