Langit
berawan tebal memenuhi langit La Paz, Bolivia saat Tom Wainwright, 34
tahun bersiap menjelajahi pusat perdagangan kokain dunia. Bersama sang
supir yang dipanggil bin Laden-karena jenggot hitamnya yang menjuntai
sepanjang enam inci melewati dagunya-menaiki Toyota Land Cruiser
bercorak abu gelap, keduanya mulai mendaki dari ketinggian 10.000 hingga
13.000 kaki menuju pegunungan Andes, tiga kali lebih tinggi dari
Kathmandu di Himalaya. Mobil mereka melaju membela awan-awan, hingga
terkadang sekilas terlihat hamparan salju di sisi lain lembah.
“I
am. Here in the Andes is where the cocaine trade, a global business
worth something like $90 billion a year, has its roots. Cocaine is
consumed in every country on earth, but virtually every speck of it
starts its life in one of three countries in South America: Bolivia,
Colombia, and Peru. The drug, which can be snorted as powder or smoked
in the form of crystals of “crack” cocaine, is made from coca plant, a
hardy bush that is most at home in the foothills of the Andes. I have
come to Bolivia to see for myself how coca is grown, and to find out
more about the economics at the very start of the cocaine business’s
long, violent, and fabulously profitable supply chain.” p.10.
Narconomics sejak awal memberikan “petualangan” seru dan begitu banyak insight perihal dunia narkotika. Premis buku ini menarik. Inilah buku manual bagi para gembong narkoba. Tapi juga sebuah blueprint untuk bagaimana mengalahkan mereka.
Meski
ditulis berdasarkan riset yang beroperasi di wilayah Amerika dan
sekitarnya. Beberapa informasi dan temuan-temuan di dalamnya dapat
diadaptasi di Indonesia.
Berbekal
rasa penasaran (dan lebih banyak rasa penasaran) sehabis menonton
serial tv “Narcos” (baru ditonton hingga episode 5 atau 6), “Gang
Related” (drama yang menegangkan) dan sebuah artikel panjang dari
Roberto Saviano di The Economist soal pelarian seorang pemimpin kartel
narkoba yang menyita perhatian warga dunia. Semua itu akhirnya membuat
saya ingin tahu lebih banyak dunia di balik bisnis haram tersebut. Saya
tahu ini memang bukan seperti buku lain yang umum dibaca kebayakan
orang, layaknya buku self help lainnya.
Berdasarkan
pengalaman dan risetnya sebagai kolumnis rubrik ekonomi tentang
Meksiko. Penulis membedah dunia bisnis narkoba tersebut dengan analisis
ekonomi. Sebaiknya para kartel berkompetisi atau bekerja sama? Apakah
menjalin sistem franchise menguntungkan pemain besar? hingga apakah berbelanja online mempengaruhi pelayanan konsumen pemasar narkoba?
Tidaklah
mengejutkan kalau ternyata asumsi-asumsi kebanyakan orang (institusi
pemerintahan juga) dapat dipatahkan oleh analisa penulis, misalnya
pemerintah dalam hal ini satuan tugas anti narkoba (bayangkan BNN)
selalu fokus pada sisi supply
narkoba. Beragam operasi tangkap tangan berupa penggerebekan pabrik sabu
atau penangkapan para pengedar sabu di tengah kota. Coba bayangkan
berapa banyak budget yang dikeluarkan oleh lembaga tersebut untuk
mengintai hingga operasi lapangan. Bagaimana hasilnya?
Jika pemerintah setidaknya mengalihkan perhatian mereka dan berfokus pada sisi demand
dari bisnis narkoba. Di bab “Why Economist Make the Best Police
Officers” penulis mengajak pembaca membayangkan sebuah kota kecil yang
memulai sebuah kebijakan yang diperuntukkan untuk menjauhkan warganya
dari mencoba narkoba, seperti: kampanye kesehatan publik, fasilitas
untuk menghabiskan waktu luang yang lebih baik bagi kaum remaja
(lapangan bola, lapangan basket, taman publik, bahkan bisa saja warnet
gratis kalau di sini), pusat rehabilitasi bagi para pecandu. Permintaan
akan narkoba menurun.
“whereas attacking supply can only reduce consumption by driving up prices-and therefore criminal revenues-attacking demand can reduce both.” p.244.
Narconomics
terhitung lumayan lama saya habiskan sejak datang dari Post Santa.
Dengan narasi yang memikat dan analisis mendalam khas majalah ekonomi
terkemuka “The Economist”, buku ini menarik untuk dibaca.
Jika ingin buku yang berisi informasi seru dan sedikit “tantangan”, buku ini wajib untuk segera masuk dalam koleksi anda.
No comments:
Post a Comment