Sudut Mati (SM) merupakan novel thriller lokal terbaik yang
saya baca di tahun 2015. Membaca novel ini sedikit mengobati kekecewaan sehabis
melahap Proyek Maut. Mood untuk kembali membaca karya thriller lokal
timbul sesaat menghabiskan Tiga Sandera Terakhir. Di novel yang “berani” ini,
kita diam-diam akan menyoroti sikap mendua pemerintah yang dialami penduduk Papua.
IMHO, novel (agak) serius ini diam-diam ikut membangkitkan genre thriller di
industri buku lokal.
Sesaat selesai membaca Rencana Besar novel debut Tsugaeda,
saya yakin kemampuan menulisnya bisa lebih baik dan seru. Tahun ini saat Sudut
Mati dikabarkan akan terbit, tidak butuh lama untuk segera membelinya. Saya
menikmati keseruan dan drama yang tersaji di novel ini. Meskipun dibaca dalam
dua-tiga kali kesempatan. Percayalah pada waktu ketiga, saya melahap halaman
demi halaman SM. Sampai rela terkantuk-kantuk untuk segera menamatkannya.
Secara keseluruhan dibandingkan RB, SM jauh lebih memikat. Di Sudut Mati Tsugaeda dapat lebih luwes dalam bercerita. Dibandingkan Rencana Besar disini saya merasa ada penyusunan cerita yang lebih rapi. Sebagai novel thriller konspirasi, tema cerita yang diangkat jauh lebih wow. Terlebih cliffhanger yang dipasang selalu menghadirkan rasa penasaran buat pembaca.
Secara keseluruhan dibandingkan RB, SM jauh lebih memikat. Di Sudut Mati Tsugaeda dapat lebih luwes dalam bercerita. Dibandingkan Rencana Besar disini saya merasa ada penyusunan cerita yang lebih rapi. Sebagai novel thriller konspirasi, tema cerita yang diangkat jauh lebih wow. Terlebih cliffhanger yang dipasang selalu menghadirkan rasa penasaran buat pembaca.
Berikut ini sedikit kesan tentang SM. *Spoiler Alert*
Mas Ade berhasil menutup ceritanya dengan apik di scene
terakhir. Di bagian Epilog, si tokoh utama tetap menunjukkan sisi humanis. Satu
hal yang saya rasa bisa lebih dieksplorasi lebih lagi di sekuel SM. Selayaknya
bagian akhir di film-film barat. Penulis menghibur pembaca dengan memberikan
sebuah kepuasan. Penulis sukses memainkan emosi pembaca dengan menyisipkan
backsound dari Coldplay. Benar saja saat membaca bagian akhir, sayup-sayup
lirik "Fix You" memenuhi ruang imajinasi saya. Adegan terakhir pun seakan menutup
SM dengan sukses. Dan kemungkinan besar akan muncul buku ketiga. Dilihat dari
perkembangan cerita di bagian akhir SM. Titan akan bertemu (dan kemungkinan
besar berkolaborasi) dengan protagonis Rencana Besar.
Menghentak dan konsisten mengundang penasaran adalah salah
satu keistimewaan Sudut Mati. Sejak awal kita diundang untuk menikmati sebuah
drama konspirasi yang berpusat pada keluarga Sigit Prayogo. Menyuguhkam lapis
demi lapis cerita hingga sampai bagian klimaks dilakukan dengan apik oleh penulis
tanpa membiarkan pembaca berhenti sejenak. Mendebarkan, pasti. Membangkitkan
senyum, iya. Di karyanya yang kedua pencerita berhasil memainkan emosi pembaca
dengan piawai. Hal ini bisa dilihat dari sisi psikologis setiap tokoh digali
dengan baik dan membuat para karakter dapat diterima pembaca.
Membaca SM bisa diandaikan seperti menonton sebuah film
konspirasi yang intens. Saya tidak tahu referensi penulis saat menggarap SM.
Namun saya begitu merasakan dengan kental unsur-unsur serial tv barat dan film-film
thriller kriminal China. Yang pertama, ada sedikit bumbu aksi ala Person of
Interest. POI begitu memikat karena berhasil membuat penonton selalu merasakan
ketegangan yang dialami para tokoh utama dalam situasi mustahil lolos. Penonton
terkadang harus menahan nafas untuk mengikuti apa yang akan terjadi pada John
Reese dan komplotannya. Intensitas yang mendebarkan itu pula yang saya rasakan
di beberapa bagian cerita SM.
Di balik sentuhan manis di babak pembuka Sudut Mati,
ternyata di beberapa adegan cerita Tsugaeda tidak lantas kehilangan sentuhan
khas cerita thriller. Ijinkan saya melakukan sedikit pengandaian, membaca SM di
bagian-bagian awal seperti sedang menonton Overherad. Permainan kekuasaan dan
sisi gelap dari kekuatan uang menjadi pembuka yang menarik pembaca. Di
bagian-bagian klimaks, seakan beralih ke pace yang berikutnya. Tanpa tedeng
aling-aling, kita akan menemukan tipikal kejutan di film-film thriller China
seperti Drug War yang sontak memberi efek kejut pada pembaca.
Beberapa hal lainnya juga menarik untuk diperbincangkan. Misalnya mengapa markas musuh yang notabene mafioso kelas berat hanya dijaga oleh segelintir pasukan kelas preman. Betul saja, hal ini dengan mudah dapat dieksploitasi dengan baik oleh pihak musuh. Di satu sisi meski didukung oleh pembunuh bayaran berkelas dan uang segudang. Tetapi ada kesan kalau pihak antagonis tidak sulit untuk ditaklukan. Sistem keamanan yang kelihatannya mudah ditembus. Dan bukankah akan lebih menggigit ceritanya jika Nando bos besar Ares Inco bisa menyewa hitman atau kontraktor keamanan luar yang notabene jauh lebih powerfull.
IMHO, mungkin saja penulis tidak leluasa menulis thriller yang high octane karena keterbatasan durasi halaman. Dan bisa jadi ingin lebih fokus ke drama psikologis yang terjadi dalam kehidupan para tokoh.
Jadi berhasilkah Titan dalam usahanya kembali ke Indonesia?
Bagaimana serunya Titan berjibaku dengan grup Ares?
Temukan jawabannya di buku terbaru Tsugaeda.
Sudut Mati. Novel thriller korporasi. Ditulis oleh Tsugaeda.
Cetakan Pertama diterbitkan pada September 2015 oleh Penerbit Bentang Yogyakarta.
Whoaaa...baca resensimu berasa nonton 007 mas hehe nyesel ih kemarin gk PO sekalian, semoga dapat bukunya pas acara di Semarang sama mas ade (ngarep) hehe
ReplyDeleteTerima kasih mbak Esti udah berkomentar.
ReplyDeleteYuk dibaca mbak mumpung masih "panas" :)
Jadi ikut penasaran setelah batja review ini :))
ReplyDelete