Sunday, 30 August 2015

Opini: Balada Buku Replika


Pagi ini linimasa Twitter dikejutkan oleh "pengaduan" Ika Natassa kepada Pak Triawan Munaf perihal buku bajakan. Sorenya aksi ini diangkat lagi oleh penulis serial Supernova, mbak Dewi "Dee" Lestari. Buku lengkap Dee yang diterbitkan Bentang Pustaka bisa dimiliki dengan hanya merogoh kocek seratus ribu. Cuitan Dee berisi screenshot penjelasan buku bajakan yang dijual bebas. Buku replika dalih si penjual. Tidak dinyana penjualan buku replika atau buku bajakan sudah semakin populer dewasa ini. Sebelumnya hanya berada di lapak-lapak pinggir jalan. Dengan perkembangan saat ini para penjual sudah merambah ke sosmed. Instagram dengan berjibun pengguna anak muda. 




Tweet yang diunggah @deelestari


Para penulis merasa tidak fair karena hak berupa royalti berkurang. Jangan salah, omset penjualan buku tersebut juga menentukan bagi karyawan penerbit hingga penjual retail. Terlebih dengan sengaja membeli buku bajakan, pembeli tidak respek dengan semangat seorang penulis untuk bisa berkarya. Kita tahu sebuah karya, apalagi karya fenomenal (bahkan best seller) bukan sebuah langkah instan untuk menggapainya. Di satu pihak, penulis harus berdarah-darah menjalani proses kreatif hingga akhirnya turut aktif memasarkan karyanya. Royalti yang diterima juga tidak seberapa. Jadi kira-kira apa yang membuat para pembeli buku bajakan rela "menyiksa" penulis pujaannya?


Supernova #1

Pertama, harga dasar buku yang sedemikian mahal. Ambil contoh buku Supernova #1: Kesatria, Putri Dan Bintang Jatuh (republish) dengan harga normal Rp.65.000. Jika membeli di toko buku diskon atau toko daring maksimal didiskon 20%, kita bisa membaca karya yang baru saja difilmkan ini dengan membayar Rp.52.000.


Kedua, bagaimana dengan pembaca buku yang berdomisili di luar Jawa. Di Ambon misalnya, buku mbak Dee akan dipajang di Gramedia atau di Tb. Dian Pertiwi. Masalahnya apakah di kedua toko buku ini, buku KPBJ in stock (tersedia di toko tersebut) ?


Ketiga, ketika pembaca yang menginginkan KPBJ tidak menemukan novel seru ini di toko langganan mereka. Para pembaca akan memutar otak untuk mencari buruan tersebut. Di toko buku daring Rp.52.000 akan dikenakan ongkir maksimal Rp.50.000 (tergantung lokasi, goban itu harga layanan termurah JNE ke Ambon). Pilihannya si calon pembaca akan mencari harga terbaik.


Ternyata setelah dipikir-pikir lebih murah membeli di lapak buku "replika". Dengan uang Rp.50.000, bisa dapat dua lembar baju, makan seminggu, beli obat ibu yang jauh lebih diprioritaskan. Sementara di satu sisi, ada hasrat besar untuk mengenal karya penulis kita. Ada rasa penasaran dengan cerita si pengarang idola. Pengen merasa kekinian dengan baca novel-novel populer. Ini harus pula diakui bahwa semangat membaca kita masih ada. Niat pembaca untuk meraih manfaat dari sebuah bacaan begitu besar. Si pembaca beli banyak buku di lapak "replika" biar bisa dapat lebih banyak buku dengan uang yang sama.


Terlepas dari alasan diatas. Membeli buku bajakan, apalagi penulis lokal adalah tindakan yang tidak bertanggung jawab. CMIIW, Pandji di Indiepreneur bilang kalau penikmat karya bajakan suatu saat bakal beli yang asli, kalau dia sudah cukup taraf hidupnya. Pertanyaannya sekarang, apakah kelak para penikmat karya bajakan penulis kita bakal sadar dan beli buku aslinya saat sudah bekerja? Setidaknya punya income "lumayan". 


Saya salut dengan para penulis yang tidak tinggal diam melihat fenomena ini. Pernah Ika Natassa dengan baik hati membalas sebuah komentar di review bukunya. Di kandangbaca.com ajakan untuk tidak membeli buku bajakan disampaikan dengan baik. Coba kita amati berapa banyak penulis lokal yang (berusaha) mengedukasi pembacanya untuk tidak beli buku bajakan? 

Saya pribadi memilih untuk berharap dengan adanya kejadian ini, setidaknya pemerintah turun tangan. Revolusi mental salah satunya lewat penyediaan akses buku bukan? Upaya mencerdaskan bangsa tentunya harus dirawat dan salah satu caranya lewat akses perbukuan kepada masyarakat. Pemerintah seyogianya dapat mengupayakan distribusi buku yang merata dan yang terpenting dapat terjangkau semua kalangan. Saya menutup tulisan ini dengan langkah baik salah satu toko buku di kota kami. Berbahagialah kaum mahasiswa yang dapat menyicil buku-buku yang berguna bagi kehidupannya.



(Update 31/8/15)
Lewat akun Instagram, Dee Lestari mengajak pengguna media sosial untuk #JanganBeliBukuBajakan #JanganBeliBukuReplika penjelasan sang penulis menarik dan yang terpenting mengajak semua kita untuk menghargai karya kreatif anak bangsa. Lebih lengkap dapat dibaca DISINI

5 comments:

  1. Insya Allah sih ya kalau kualitas buku enggak bohong. Jujur saya dulunya penikmat buku yang gagal cetak atau buku replika atau buku gak jelas 'kualitasnya'. Sebab waktu itu gaji saya blm bisa dialokasikan ke buku yg di Gramedia. Tp berjalannya waktu alhamdulillah sy sudah enggak pernah beli buku replika lantaran saya sudah bisa mengalokasikan dana buat beli buku di gramedia meski sebulan sekitar 1 sd 2 buku saja. jadi saya kira harga buku asli yg lumayan skrng mah mahal jadi pemicu buku replika menjadi pilihan. saya sebagai pembaca tahu kalau membuat buku itu butuh usaha. tp demi allah sy tidak empati dengan hal begitu. sebab pembaca hnya tahu bagaimana bisa menikmati hasil karyanya saja. ini hampir pendapat bnyak pembaca.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih mas Adin buat komentarnya.
      Buku mahal ini semoga bisa menjadi perhatian pemerintah dan penerbit.

      Delete
  2. Aku suka kasihan sama org2 yg tinggal jauh dari Jakarta krn ongkir apa2 ke sana mahal. Semua masih berpusat di Jakarta atau Jawa termasuk buku. Jangankan beli di toko online, aku dikasih tau temen bahkan untuk di toko buku Gramedia pun harganya dinaikkan krn ongkos kirim. Tapi bukannya hal itu lantas jd alasan beli buku bajakan sih. Kl emang menghargai pengarang dan industri buku, kan masih bisa beli ebook. Tapi mungkin ebook krg nyaman dll dll yak. Yah.. emang lagi2 kuncinya di pemerintah sih yaa.. jangan pemerataan pembangunan aja yg dikejar. Pemerataan akses thd buku juga. Hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih mbak Nana udah ikut berkomentar :)
      Ayo siapa lagi?

      Delete
  3. Ada teman kantor yang suka baca novel tapi lebih suka beli buku bajakan, beberapa kali aq bilang kalau di tobuk ini ada diskon segini, bisa dapat murah tetap gak bergeming, tetep beli di lapak langganannya dia #sedih

    ReplyDelete