Judul: Perempuan Patah Hati Yang Kembali Menemukan Cinta Melalui Mimpi.
Penulis: Eka Kurniawan.
Penerbit: Bentang Pustaka (2015).
Kabar gembira itu ketika penulis favorit saya mengabarkan akan menerbitkan buku terbaru. Seperti yang saya singgung disini, kumcer merupakan ladang basah yang menyasar kalangan pembaca yang ingin menikmati karya sastra dengan bentuk ringkas namun memiliki kualitas yang tidak kalah dengan membaca sebuah novel. Harus diakui ada sebuah kepuasan tertentu ketika menghabiskan waktu bersama dengan cerita gubahan salah satu penulis terbaik Indonesia.
Di awal kumcer ini pembaca diajak berjumpa dengan dua orang manusia yang seperti sebuah jalan takdir bertemu di Los Angeles, Amerika. Kelebihan cerita ini adalah di samping penulis ingin menyinggung masa lalu kelam yang dialami Mei akibat peristiwa 98 Jakarta. Disini terjadi sebuah drama (boleh dikatakan pergolakan batin) saat Mei harus kembali mengorek luka lama tersebut di kala berkenalan dengan Efendi. Dengan deskripsi yang memukau pembaca serasa diajak jalan-jalan menapak tilas gedung-gedung berarsitektur seni yang memanjakan mata. Hampir semuanya dapat kita rasakan berbau "western" dan dapat kita nikmati dengan baik. Penulis bukan tanpa rencana menempelkan tokoh pengemis yang berhasil menjadi penghubung antara dunia barat dengan negeri kita.
"Ada pengemis di restoran."
"Apa?"
"Ada pengemis di...."
"Ya ampun, Mei. Ini di Amerika. Pengemis di sini enggak sama de..." Suara di sana tak melanjutkan kalimat tersebut, seolah disadarkan pada sesuatu.
Di sinilah terlihat kepiawaian pengarang untuk memasukkan peristiwa tertentu seperti kerusuhan 98 yang kelam ke dalam sebuah cerita dengan anggun. Seakan menginginkan "pelajaran" berharga tersebut hidup abadi dalam sebuah karya sastra. Gerimis Sederhana merupakan pembuka yang baik dengan pelintiran yang menghentak.
Satu hal yang saya sukai adalah Eka Kurniawan selalu pandai memainkan cerita dengan karakter seperti Marni. Lupakan hal tersebut. Hal yang ingin saya ungkapkan dari Gincu Ini Merah Sayang adalah kemampuan bercerita dengan teknik foreshadowing yang memukau. Kita dibuat penasaran mengapa si Marni harus "kembali" ke rumah karaoke (beranda) tempat dirinya sudah menemukan cintanya.
Seorang petugas, dengan mulut yang sinis, berkata, "Jika benar kamu punya suami, besok pagi ia akan menjemputmu."
"Tapi, suamiku tak tahu aku ada di sini," katanya.
"Jadi, kamu jual dirimu tanpa suamimu tahu, heh?"
Sejujurnya, ia sungguh tersinggung dengan ucapan tersebut. Ia kembali berpikir, barangkali ini memang malam buruknya.
Perempuan Patah Hati yang Kembali Menemukan Cinta Melalui Mimpi bagi saya adalah buah imajinasi liar Eka yang dituang dalam sebuah cerita pendek. Di halaman terakhir EK mengaku berhutang pada cerita "The Ruined Man Who Became Rich Again Through a Dream." yang tertuang di The Arabian Nights, terjemahan Sir Richard F. Burton. Pengarang mengangkat Pangandaran tempat yang lekat dengan image pantai dan ikannya. Kita diajak berkelana menyelami perjalanan mencari cinta Maya yang ditinggal calon suami saat semuanya sebenarnya sudah "beres". Tak perlu diingkari kemampuan pengarang bercerita dengan baik sehingga mampu memikat pembaca. Kita turut merasakan kegetiran sang gadis patah hati menelusuri pantai Pangandaran. Kita dibuat penasaran akan jatuh vonis apa yang menanti si gadis. Apakah dia akan gila setelah mendapati hilangnya harapan atau terjadi sesuatu yang mengubah kehidupannya. Hingga di akhir cerita penulis seakan memberi tempat kepada pembaca untuk mengambil jalannya masing-masing. Keputusan untuk percaya cerita berakhir manis atau sebuah kado yang pahit.
"Jangan menangis, Nak. Pangandaran tempat orang memberi cinta dan kebahagiaan."
Ketika membaca buku ini kita dapat merasakan pengarang seringkali bereksperimen dalam bercerita. Kita akan dibuat tersenyum melihat aksi Kapten Bebek Hijau. Terhenyak ketika mendapati cerita Penafsir Kebahagiaan dan Le Cage aux Folles. Merasakan guilty pleasure saat membaca Jangan Kencing di Sini. Terharu biru mendapati cerita Setiap Anjing Boleh Berbahagia. Tiga Kematian Marsilam yang merupakan permainan cerita yang epik sehingga harus dibaca lebih pelan. Merasa tercekam mengikuti permainan Teka-Teki Silang. Kembali merasakan menjadi orang Indonesia di Pengantar Tidur Panjang.
Boleh dikatakan kumcer ini bukanlah kumcer terbaik Eka Kurniawan. Di awal bulan Maret sebuah kabar datang dari sang pengarang. Ada rehat sejenak untuk kembali mengisi raga dengan bacaannya. Tentunya kita saat ini boleh berlama-lama menikmati dan melihat kembali karya-karya lamanya. Saya juga akan membaca karya lainnya. Saya ingin membaca karya barunya yang lebih baik dan spektakuler nanti.
P.S. : Terima kasih sudah mampir dan membaca di h23bc.com. Yuk dukung karyaku dengan bantu share artikel ini di media sosial kamu, tinggalkan komentar, dan follow @h23bc. Dukungan kamu akan sangat berarti.
No comments:
Post a Comment