Sebelumnya di 2017, saya membaca cukup banyak buku nonfiksi menarik. Juga ada dua karya sastra Indonesia yang jempolan. Saya wajib menyebutkan Dawuk dan Ratu Sekop sebagai karya penulis kita yang layak dibaca akhir-akhir ini.
RC 2017. |
Buku-buku yang kudaftarkan di laman Goodreads selama 2017. |
Di 2018, saya ingin membabat timbunan, fyuuh~
dan juga membaca sebanyak mungkin buku-buku bagus yang bisa dibeli. Target baca tahun ini 100 buku. Kalau mbak Desty, 102 buku dengan asumsi 2 buku per minggu. Kira-kira seminggu berapa buku ya. Nanti kita lihat deh. Beragam genre yang ingin saya baca di 2018, masih berkisar tentang buku bisnis, teknologi, media. Saya juga ingin baca buku-buku sepakbola. Saya lagi baca "The Mixer".
di 2017, sungguh menyesal Kosmik Mook mengeluarkan edisi terakhir. Jadi di tahun ini, komik Indonesia yang bisa dibaca adalah Komik Reon. Saya ikutin meski nggak solid tiap terbit langsung beli. Tapi digabung per berapa edisi yang keluar. Seperti kemarin Vol 29 sama 30. Meski saya pribadi agak kurang sreg dengan salah satu judulnya. Tapi Reon sungguh sangat menghibur. Komik Reon bisa dibeli di kanal online, toped resmi mereka.
Di satu sisi saya tidak menduga Kosmik akan berakhir di dua tahun perjalanannya. Tapi komik adalah medium tanpa batas. Siapa tahu nanti akan ada gebrakan yang lebih bagus.
Dan juga saya akan usahakan update di laman Goodreads saya. Siapa tahu ada yang belum tahu. Bisa follow review saya disini. Buku currently reading, progressnya, dll akan diupdate berkala. Review pertama juga saya buat disana. Jadi jangan kelewatan.
Selain itu di 2018, saya akan mengisi obrolan buku di podcast Suarane. Doakan semoga bisa berjalan dengan baik. Teman-teman bisa dengerin sambil makan siang, sambil commute, sambil bermacet-macet di jalan. Edisi perdana bisa didengarkan disini
Nanti disana akan ada kuis buku, siapa tahu kamu beruntung bisa memenangkan kuis tersebut. Kemudian direview dan dibagikan ke orang lain lagi.
Menutup postingan kali ini, ada excerpt laporan pandangan mata dari festival penulis Singapura 2017 yang saya alias Steven ikuti di bulan November kemarin.
Sampai ketemu di podcast dan postingan blog berikutnya,
Salam.
LPM Singapore Writer Festival 2017
Jauh hari sebelum ke SWF, saya ingat dapat info event ini dari Twitter. Sepintas saya baca tweet @indonesiawriters: Fahd Pahdepie, penulis "Hijrah Bang Tato" bakal ngisi acara disana. Pagelaran SWF sudah dibikin acara tahunan yang didukung pemerintah mereka. Line up SWF ke 20 ini seru banget. Dari tanggal 3-12 November sederet penulis terkenal hadir mengisi sesi. Dari Marie Lu, Ken Liu, sampai nama tenar Etgar Keret dan Junot Diaz di penghujung event. Dua nama terakhir ini yang membuat saya kepengen berat ke acara ini. Semua sesi mereka berdua saya ikut penuh. Puas banget bisa duduk dengerin. Yuk kita simak laporan pandangan mata dari SWF 2017.
Setelah sampai di Singapura sehari sebelumnya, 9 November kurang lebih jam 8 malam, saya bergerak menuju The Arts House, gedung parlemen lama, tempat SWF digelar. Tiket festival dan acara berbayar sudah saya pesan sebelumnya. Berbekal print bukti pembayaran saya meniatkan diri ikut sesi perdana di SWF.
Dengan jari kaki yang blister, sandalan, sekeluar dari exit B stasiun City Hall, ditemani Google Maps. Nggak seberapa jauh jalannya, ternyata. Tinggal belok ke kiri. Belok kiri lagi dan nyebrang ke arah National Galery. Dari sana ikutin jalan aja nyampai. Tujuan saya berada di ujung jalan tersebut.
Sebelumnya saya mampir ke booth tiket yang bersampingan sama tokobuku, menukar Festival Pass dengan dokumen pembelian Sistic. Nggak sampai 3 menit, tiket dan FP sudah diberikan. Akhirnya lega semua sudah di tangan. Waktu itu sesi "Coming Soon in Singapore Comics" digelar di lantai dua. Ternyata di Blue Room, sudah banyak yang hadir. Mungkin para komikus ya.
Langsung saja kududuk di barisan tengah dekat pintu masuk. Sempat grogi juga, gapapa nih, sandalan, di event kayak gini. Tapi dibolehin aja tuh sama mbak ushernya. Beberapa menit setelah duduk, tampak para pengisi acara sudah pada datang dan jam 8.30 sesi dimulai.
Sesi dimulai dengan santai. 3 komikus memulai dengan presentasi mereka. Perkenalan, bagaimana mereka ngomik, apa aja yang mereka kerjakan, dan style dan keunikan masing-masing. James Tan memulai pertama dengan presentasinya. Dia menceritakan soal keliling dunia bersama sang istri yang harus membuat porsi keuangannya menipis. Di kala komikus lain sibuk mengejar deadline serial komik, karya James seputar momen sehari-hari, seperti Om Pasikom dan mas Mice. Pembawaan James yang tenang dan kalem membuat semua hadirin tenggelam dalam presentasinya.
Di tengah, Eva yang dikenal luas dengan Evacomic, melanjutkan presentasi. Dengan style bergaya Jepang yang imut, Eva menghadirkan budaya barat dan lokal (singapura) dalam karyanya. Perbedaan budaya yang dia rasakan dijalin dalam panel-panel karyanya.
No comments:
Post a Comment