Teror Pocong Duloh (selanjutnya TPD) memulai perjalanan saya membaca novel horor terbitan GagasMedia setelah menamatkan karya Simpleman, berjudul Ranjat Kembang. Sebelum ini saya membaca berturut KKN, Sewu Dino, Janur Ireng, dan Ranjat Kembang. Sebelum-sebelumnya saya tidak tertarik dengan genre horor.
Ya, saya tergaet dengan terbitan horor penerbit yang menerbitkan KKN Di Desa Penari. Gagas banyak menerbitkan horor beberapa tahun terakhir. Sepertinya ini adalah produk yang sedang digemari. Katalog GagasMedia saya buka dan mendaftar judul-judul horor yang akan kubaca. TPD salah satu yang menarik perhatian. Karena dirilis tahun ini. Dibuat oleh seorang konten kreator bernama Ahmad Asrori (Rori) asal Lebak, Banten. Rori aktif di Youtube Sarang Demit. Bagaimana kesan saya membaca TPD? Mari sama-sama kita ikuti di tulisan ini.
Novel setebal 166 halaman ini ditulis dengan ritme cepat. Lugas dan mampu mempertahankan perhatian pembaca hingga akhir. Lewat kisah yang cukup dramatis dan seru. Hanya saja sangat disayangkan. Di novel ini bertebaran typo dan ini sungguh tidak mengenakkan. Pada saat membaca TPD, saya sudah menyampingkan typo tersebut dan berfokus ke jalinan cerita.
TPD dengan sampul seorang pocong yang berhadapan dengan lelaki yang mengacungkan keris, ditulis “Viral Youtube POCONG DULOH ditonton 10 JUTA kali”. Dengan kilasan kabut keduanya akan saling bunuh. Judul Teror Pocong Duloh dengan warna merah. Rori Sarang Demit di bagian bawah dengan warna yang sama. Sampulnya cukup menarik. (Saat membeli dan hingga sampai menuliskan artikel ini, saya tidak terlalu memerhatikannya, sebab fokus saya pada pengumpulan koleksi horor GagasMedia)
Mari kita masuk ke bagian ceritanya. Secara umum Rori mengajak kita menemui kisah lahirnya Pocong Duloh di rangkaian waktu 1600an di Jawa Barat. 1730an saat teror Pocong Duloh berlangsung, setting tempat berada di desa Bojong Pinang. Berhenti di 1830an. Saat kisah ini berakhir.
Karakter Duloh dikisahkan seorang anak yang miskin papa dan menanggung hidup neneknya. Perjalanan yang pahit dan tragis dilalui anak ini, yang mewarisi ilmu Pancasona. Ilmu yang membuat dirinya tidak dapat mati. Kisah percintaan Duloh dengan Rara diceritakan. Para penduduk pun berusaha mencari cara mengalahkannya. Lantas berakhir dengan lahirnya Pocong Duloh yang mendiami hutan Gantarawang. Kisah berikutnya dilanjutkan dengan tokoh Raka. Rara dan Raka, ya namanya mirip. Keduanya akankah berkaitan? Raka adalah seorang anak yang tidak kalah tragis kehidupannya dengan Duloh. Kelak Raka memanfaatkan kekuatan Pocong Duloh dan harus berbalik melawannya karena teror Pocong Duloh akan seluruh desa dan istrinya, Mayang.
Buatku kisah misteri yang ditulis Rori cukup mengasyikkan untuk diikuti. Rori dalam keterbatasan halaman mampu membuat cerita yang padat, tanpa mengurangi ketegangan sedikitpun. Kita diajak sampai akhir mengikuti laku Raden Raka. Deskripsi keseraman hutan. Suasana desa sedikit bisa dirasakan. Seram dan bikin bulu bergidik sih tidak. Namun percayalah Rori berhasil membuat kita masuk mengikuti dunia TPD dan menyusuri halaman demi halaman. Lalu mencapai halaman Tamat. Saya cukup puas dengan kisah TPD. Saya kira hal-hal menarik dari buku ini adalah mengenai kisah mistis di Jawa Barat, bagaimana pertentangan bisa dilakukan dengan saling mengirim santet, lalu cara untuk menaklukan pocong, semua bisa disimak di novel ini. Tentu akan lebih baik bila penyuntingan untuk membuat cerita bisa dinikmati dengan nyaman dilakukan.
Novel ini saya rekomendasikan untuk pembaca horor. Juga orang yang ingin mencoba baca kisah misteri. Kisah mistis. Boleh mencoba novel ini sebagai pintu masuk pertama. Sukses buat Rori. Salam.
No comments:
Post a Comment