Thursday, 13 November 2014

Review Buku Robohnya Surau Kami AA Navis



Judul Buku: Robohnya Surau Kami
Penulis: A.A. Navis
Penerbit: GPU.
Buku karangan A.A.Navis ini betul-betul sebuah harta karun di sebuah perpustakaan. Buku lawas ini sudah amat jarang terlihat di toko buku. Terakhir diterbitkan GPU tahun 2006. Dari ke 10 cerita pendek yang ada, semuanya layak dibaca bagi Anda yang ingin mengenal karya sastra Indonesia atau penulis yang ingin belajar cerpen salah satu penulis kawakan Indonesia.

A.A. Navis lewat kumcer ini ingin mengajak pembaca mengikuti jamannya. Bahasanya sederhana namun pilihan kata yang kuat membuat pembaca dengan mudah dapat menikmatinya. Kecuali budaya minang yang mungkin harus sedikit kita pahami terlebih dahulu. Disini terdapat banyak ilmu hidup atau kebijaksanaan yang dapat diserap kepada pembaca. Kesan yang tertangkap adalah penulis piawai menceritakan kehidupan yang menyentuh, juga kadang sangat kejam mengiris hati (Pada Pembotakan Terakhir), selain itu budaya Minang sendiri.

Dimulai dengan cerita "Robohnya Surau Kami", penulis memprotes sikap sebagian orang yang tunduk kepada orang asing yang serakah mengeruk kekayaan Indonesia. Memang dari sanalah kita dapat dengan angkuh bertepuk dada mengatakan inilah negeriku yang indah permai, Gemah ripah loh jinawi. Namun apa arti semua itu jika kita tidak mengusahakannya, bekerja ketimbang malas berdiam diri berfokus pada diri sendiri. Kisah "Topi helm" disini mengajarkan arti kerendahan hati itu merupakan hal yang penting namun sulit dijalankan dalam kehidupan sehari-hari.

Dari ke 10 cerita yang ada, selain "Dari Masa ke Masa" yang menegur kita para generasi muda di jaman modern. Makna ceritanya masih sangat kuat berbicara hingga saat ini. Dengan jelas keprihatianan penulis melihat anak muda. Dulu di jamannya anak-anak SMA sudah jadi komandan batalyon, bergerak di organisasi dan berbuat sesuatu. Sedangkan anak-anak SMA sekarang tidak bisa berbuat apa-apa. Membacanya seakan penulis hendak menampar kita para anak muda. Sampai sekarang masih belum banyak berubah bukan. Kita yang lebih mementingkan prestasi otak dan keahlian, kata penulis. Sepintas kita saat ini pun lebih menilai seseorang dari prestasi yang segudang, sesuatu yang wow. Meski banyak pula tokoh low profile yang jarang diekspos namun punya segudang dampak positif. Nilai individualis yang menjadi perhatian penulis nampak semakin menjadi-jadi sekarang. Bukankah saat ini kita bisa dengan mudah melihat dan membaca kesukesan pribadi menjadi sesuatu yang diagung-agungkan dan dikemas sedemikian rupa dengan label motivasi atau inspiratif.

Kisah Sidin dalam "Penolong" adalah favorit saya. Membacanya membuat kita seakan ikut terjun langsung ketika tragedi kecelakaan kereta api berlangsung. Ketegangan yang dibangun membuat pembaca tidak mampu bernafas sembari menerka akhir jalan cerita. Saya membayangkan akan sangat baik jika kita bisa membaca kumcer-kumcer karangan A.A.Navis yang lain. Memberi sebuah nilai pada kami anak muda yang kering pengalaman dan tidak tahu diri.

No comments:

Post a Comment